Please use this identifier to cite or link to this item: https://repositori.uma.ac.id/handle/123456789/11761
Title: Analisis Yuridis Perlindungan Hukum Terhadap Hak Wajib Pajak Menurut Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan Nomor 16 Tahun 2009
Authors: Charles
metadata.dc.contributor.advisor: Barus, Utary Maharany
Isnaini
Keywords: taxpayer;wajib pajak
Issue Date: 18-Mar-2017
Publisher: Universitas Medan Area
Series/Report no.: NPM;141803065
Abstract: Tax law which is also called fiscal law is the entire regulation regarding the government's authority to take one's wealth and hand it back to the public through the State treasury. Thus, tax law is part of public law that regulates the legal relations between the State and persons or entities (huhkum) who are obliged to pay taxes (hereinafter referred to as taxpayers). The Law on General Provisions and Tax Procedures is based on the Pancasila philosophy and the 1945 Constitution, in which provisions stipulate that upholds citizens' rights and places tax obligations as state obligations. This law contains general provisions and procedures for taxation that in principle apply to material tax laws, except in the relevant tax laws that have governed themselves regarding general provisions and taxation procedures. The formulation of the problem as outlined in this thesis is: 1) How is administrative law enforcement in tax according to the applicable laws and regulations ?; 2) What is the process of examining cases and the procedures for examining tax cases ?; and 3) What are the obstacles faced in the law enforcement of taxpayer rights according to the applicable laws? Conclusions: 1) That tax is a vital thing in the development of the Indonesian nation, more than 70% of state revenue is obtained from tax collection. That the last few days our attention has been sucked in by the turmoil of tax problems that drag several names. However, all events should be made into lessons and lessons learned so that similar events are not repeated; 2) That the tax court established under Law No. 14 of 2002 there are several problems that must be resolved, first, related to the tax court and the one roof system (one roof system). That until now the tax court has not implemented a one-stop system because organizational, administrative and financial development is still under the Ministry of Finance, while judicial technical guidance under the Second Supreme Court, in Law No. 14 OF 2002, there is no article that explicitly mentions the position of a tax court in our judicial power system, whether it is a special court, and under which court, only the Explanation of Law No. 4 of 2004, Explanation of Law No. 48 of 2009 concerning Judicial Power and Law on Administrative Court, which states that the tax court is under the Administrative Court. Third, legal remedies at a tax court are very different from known legal remediesin other judicial institutions, because in the tax court only recognizes the PK efforts, appeals and cassation efforts as applicable in other courts are not known, likewise the tax court is only one and domiciled in the national capital, fourth, regarding the composition of the tax court, that the judge Tax courts are more dominated by former financial employees and the Directorate General of Taxes, although in certain circumstances they can appoint ad hoc judges. It is feared that with the composition of the panel of judges it can reduce the independence and impartiality of the judge; and 3) Hearing in the Tax Court is inseparable from the issue of civil law, this is because the relationship between civil law and tax law is part of the overall law thatregulates the relationship between private persons, because most tax law seeks the basis for possible collection of events, conditions and acts of civil law such as income, wealth, agreements, surrenders, transfers of rights, and so on. Meanwhile, it is connected with criminal law, that in the administration of public law, it is necessary to have government control over the implementation of that law, and this supervision is strengthened by criminal sanctions. Suggestions: 1) That Law No. 14 of 2002 needs to be replaced with a new law and its contents adjust to the principles of judicial power as contained in Law Number 48 of 2009 concerning Judicial Power; 2) If Law No. 14 of 2002 replaced a number of inputs, which emphasized the position of the tax court as a special court within the state court's average business environment, then confirmed that the tax court implemented a one-roof one-roof system, under the Supreme Court. Then related to legal remedies it is necessary to copy legal remedies in the industrial relations court and the commercial court, that is, from the first level of direct appeal without going through the appeal process, he said, so far only one tax court and domiciled in the capital should be formed at least in each provincial capital where PTUN is located. Regarding the composition of the panel of judges, the head of the panel of judges is the career rights of the Administrative Court, assisted by ad hoc judges appointed from practitioners and academics; and 3) The Tax Court is a general court in accordance with Law Number 8 of 2004 concerning General Courts. This is reflected in Article 2 of Law No. 18/2004 states: General justice is one of the actors of judicial power for the people seeking justice in general. Where the technical guidance of the judiciary, organization and administration of the court is carried out by the Supreme Court, and such guidance does not reduce the freedom of judges to examine and decide cases. This article is also contained in Article 11 of Law No. 14/2002 concerning Tax Courts. Referring to the provisions of the law, it is clear that the Tax Court is still "under the authority" of the Supreme Court, which like it or not we all must submit to the power of judges in the Supreme Court if the Taxpayer-Tax Insurer wants to file a Review must remain to Supreme Court. Besides that, the procedural law that applies to the Review Audit is the legal procedure for the re-examination as referred to in Law Number 5 of 2004 concerning the Supreme Court. Therefore, the Tax Court is indeed "under the authority" of the Supreme Court.
Description: Hukum pajak yang juga disebut dengan hukum fiscal adalah keseluruhan peraturan mengenai wewenang pemerintah untuk mengambil kekayaan seseorang dan menyerahkanya kembali kepada masyarakat melalui kas Negara. Dengan demikian, hukum pajak merupakan bagian dari hukum public yang mengatur hubungan hubungan hukum antar Negara dan orang orang atau badan(huhkum) yang berkewajiban membayar pajak (selanjutnya disebut wajib pajak). Undangundang tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan dilandasi falsafah Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945, yang di dalamnya tertuang ketentuan yang menjunjung tinggi hak warga negara dan menempatkan kewajiban perpajakan sebagai kewajiban kenegaraan. Undang-undang ini memuat ketentuan umum dan tata cara perpajakan yang pada prinsipnya diberlakukan bagi undangundang pajak material, kecuali dalam undang-undang pajak yang bersangkutan telah mengatur sendiri mengenai ketentuan umum dan tata cara perpajakannya Perumusan masalah sebagaimana dituangkan di dalam tesis ini adalah : 1) Bagaimana penegakan hukum administrasi dalam pajak menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku?; 2) Bagaimana proses pemeriksaan perkara dan tata cara pemeriksaan perkara pajak?; dan 3) Bagaimanakah hambatan yang dihadapi dalam penegakan hukum hak-hak wajib pajak menurut perundangundangan yang berlaku? Kesimpulan : 1) Bahwa pajak adalah hal vital dalam pembangunan bangsa Indonesia, lebih dari 70% pendapatan Negara diperoleh dari pengumpulan pajak. Bahwa beberapa hari terakhir perhatian kita tersedot oleh gonjang-ganjing permasalahan pajak yang menyeret beberapa nama. Namun semua peristiwa hendaknya dijadikan pelajaran dan dapat dipetik hikmahnya sehingga peristiwa serupa tidak terulang; 2) Bahwa pengadilan pajak yang dibentuk berdasarkan UU No. 14 Tahun 2002 terdapat beberapa persoalan yang harus dicarikan pemecahannya, pertama, terkait dengan pengadilan pajak dan sistem satu atap (one roof system). Bahwa hingga saat ini pengadilan pajak belum menerapkan sistem satu atap karena pembinaan organisasi, administrasi, dan keuangan masih di bawah Departemen Keuangan, sementara pembinaan teknis yudisial di bawah Mahkamah Agung Kedua, dalam UU No. 14 TAHUN 2002, tidak ada pasal yang secara tegas menyebut posisi pengadilan pajak dalam sistem kekuasaan kehakiman kita, apakah termasuk pengadilan khusus, dan berada di bawah peradilan mana, hanya Penjelasan UU No. 4 Tahun 2004, Penjelasan UU No. 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman serta UU tentang PTUN, yang menyebutkan bahwa peradilan pajak berada di bawah PTUN. Ketiga, upaya hukum pada pengadilan pajak sangat berbeda dengan upaya hukum yang dikenal pada lembaga peradilan lain, karena di pengadilan pajak hanya mengenal upaya PK, upaya banding dan kasasi seperti yang berlaku di peradilan lain tidak dikenal, demikian juga pengadilan pajak jumlahnya hanya satu dan berkedudukan di ibu kota negara, keempat, tentang komposisi peradilan pajak, bahwa hakim pengadilan pajak lebih didominasi oleh mantan pegawai keuangan dan Ditjen Pajak, meskipun dalam kondisi tertentu dapat mengangkat hakim ad hoc. Dengan komposisi susunan majelis hakim seperti itu dikhawatirkan dapat mengurangi independensi dan imparsialitas hakim; dan 3) Bersidang di Pengadilan Pajak tidak terlepas pada masalah hukum perdatanya, hal ini dikarenakan hubungan hukum perdata dengan hukum pajak merupakan bagian dari keseluruhan hukum yang Hukum pajak yang juga disebut dengan hukum fiscal adalah keseluruhan peraturan mengenai wewenang pemerintah untuk mengambil kekayaan seseorang dan menyerahkanya kembali kepada masyarakat melalui kas Negara. Dengan demikian, hukum pajak merupakan bagian dari hukum public yang mengatur hubungan hubungan hukum antar Negara dan orang orang atau badan(huhkum) yang berkewajiban membayar pajak (selanjutnya disebut wajib pajak). Undangundang tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan dilandasi falsafah Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945, yang di dalamnya tertuang ketentuan yang menjunjung tinggi hak warga negara dan menempatkan kewajiban perpajakan sebagai kewajiban kenegaraan. Undang-undang ini memuat ketentuan umum dan tata cara perpajakan yang pada prinsipnya diberlakukan bagi undangundang pajak material, kecuali dalam undang-undang pajak yang bersangkutan telah mengatur sendiri mengenai ketentuan umum dan tata cara perpajakannya Perumusan masalah sebagaimana dituangkan di dalam tesis ini adalah : 1) Bagaimana penegakan hukum administrasi dalam pajak menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku?; 2) Bagaimana proses pemeriksaan perkara dan tata cara pemeriksaan perkara pajak?; dan 3) Bagaimanakah hambatan yang dihadapi dalam penegakan hukum hak-hak wajib pajak menurut perundangundangan yang berlaku? Kesimpulan : 1) Bahwa pajak adalah hal vital dalam pembangunan bangsa Indonesia, lebih dari 70% pendapatan Negara diperoleh dari pengumpulan pajak. Bahwa beberapa hari terakhir perhatian kita tersedot oleh gonjang-ganjing permasalahan pajak yang menyeret beberapa nama. Namun semua peristiwa hendaknya dijadikan pelajaran dan dapat dipetik hikmahnya sehingga peristiwa serupa tidak terulang; 2) Bahwa pengadilan pajak yang dibentuk berdasarkan UU No. 14 Tahun 2002 terdapat beberapa persoalan yang harus dicarikan pemecahannya, pertama, terkait dengan pengadilan pajak dan sistem satu atap (one roof system). Bahwa hingga saat ini pengadilan pajak belum menerapkan sistem satu atap karena pembinaan organisasi, administrasi, dan keuangan masih di bawah Departemen Keuangan, sementara pembinaan teknis yudisial di bawah Mahkamah Agung Kedua, dalam UU No. 14 TAHUN 2002, tidak ada pasal yang secara tegas menyebut posisi pengadilan pajak dalam sistem kekuasaan kehakiman kita, apakah termasuk pengadilan khusus, dan berada di bawah peradilan mana, hanya Penjelasan UU No. 4 Tahun 2004, Penjelasan UU No. 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman serta UU tentang PTUN, yang menyebutkan bahwa peradilan pajak berada di bawah PTUN. Ketiga, upaya hukum pada pengadilan pajak sangat berbeda dengan upaya hukum yang dikenal pada lembaga peradilan lain, karena di pengadilan pajak hanya mengenal upaya PK, upaya banding dan kasasi seperti yang berlaku di peradilan lain tidak dikenal, demikian juga pengadilan pajak jumlahnya hanya satu dan berkedudukan di ibu kota negara, keempat, tentang komposisi peradilan pajak, bahwa hakim pengadilan pajak lebih didominasi oleh mantan pegawai keuangan dan Ditjen Pajak, meskipun dalam kondisi tertentu dapat mengangkat hakim ad hoc. Dengan komposisi susunan majelis hakim seperti itu dikhawatirkan dapat mengurangi independensi dan imparsialitas hakim; dan 3) Bersidang di Pengadilan Pajak tidak terlepas pada masalah hukum perdatanya, hal ini dikarenakan hubungan hukum perdata dengan hukum pajak merupakan bagian dari keseluruhan hukum yang mengatur hubungan antara orang-orang pribadi, karena sebagian besar hukum pajak mencari dasar kemungkinan pemungutannya atas kejadian-kejadian, keadaan-keadaan dan perbuatan-perbuatan hukum perdata seperti pendapatan, kekayaan, perjanjian, penyerahan, pemindahan hak, dan sebagainya. Sementara itu dihubungkan dengan hukum pidana, bahwa dalam penyelenggaraan hukum publik sangat diperlukan kontrol oleh pemerintah terhadap pelaksanaan hukum itu, dan pengawasan tadi diperkuat dengan sanksi-sanksinya secara pidana. Saran : 1) Bahwa Undang-Undang No. 14 Tahun 2002 perlu diganti dengan undangundang yang baru dan isinya menyesuaikan dengan prinsip-prinsip kekuasaan kehakiman sebagaimana terdapat pada Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman; 2) Bila Undang-Undang No. 14 Tahun 2002 diganti ada beberapa masukan, yain mempertegas posisi pengadilan pajak sebagai pengadilan khusus yang berada di lingkungan peradilan rata usaha negara, kemudian mempertegas bahwa pengadilan pajak menerapkan kebijakan satu atap one roof system, di bawah Mahkamah Agung. Kemudian terkait dengan upaya hukum perlu mencontoh upaya hukum di pengadilan hubungan industrial dan pengadilan niaga, yaitu dari tingkat pertama langsung kasasi tanpa melalui proses banding, kernudiar, selama ini pengadilan pajak hanya satu dan berkedudukan di ibu kota seharusnya paling tidak dibentuk di setiap ibu kota provinsi di mana PTUN berada. Tentang komposisi susunan majelis hakim, ketua majelis adalah hakirr karier dari PTUN, dibantu hakim ad hoc yang diangkat dari praktisi dan akademisi; dan 3) Pengadilan Pajak merupakan peradilan umum sesuai Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2004 tentang Peradilan Umum. Hal ini tercermin pada Pasal 2 UU No. 18/2004 menyebutkan: Peradilan umum adalah salah satu pelaku kekuasaan kehakiman bagi rakyat pencari keadilan pada umumnya. Dimana pembinaan teknis peradilan, organisasi, administrasi Pengadilan dilakukan oleh Mahkamah Agung, serta pembinaan tersebut tidak mengurangi kebebasan Hakim dalam memeriksa dan memutus perkara. Pasal ini juga terdapat pada Pasal 11 UU No. 14/2002 tentang Pengadilan Pajak. Mengacu pada ketentuan perundang-undangan tersebut, maka jelaslah bahwa Pengadilan Pajak masih "dibawah wewenang" Mahkamah Agung, yang suka atau tidak suka kita semua harus menundukkan diri pada kekuasaan hakim di Mahkamah Agung jika Wajib Pajak-Penanggung Pajak hendak mengajukan Peninjauan Kembali harus tetap ke Mahkamah Agung. Disamping itu pula, untuk hukum acara yang berlaku pada pemeriksaan Peninjauan Kembali adalah hukum acara pemeriksaan peninjauan kembali sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2004 tentang Mahkamah Agung. Sehingga dengan demikian Pengadilan Pajak itu memang berada "dibawah wewenang" Mahkamah Agung.
URI: https://repositori.uma.ac.id/handle/123456789/11761
Appears in Collections:MT - Master of Law

Files in This Item:
File Description SizeFormat 
141803065 - Charles Pane - Fulltext.pdfCover, Abstract, Chapter I, II, III, Biblioghraphy807.17 kBAdobe PDFView/Open
141803065 - Charles Pane - Chapter IV-V.pdf
  Restricted Access
Chapter IV-V353.54 kBAdobe PDFView/Open Request a copy


Items in DSpace are protected by copyright, with all rights reserved, unless otherwise indicated.