Please use this identifier to cite or link to this item: https://repositori.uma.ac.id/handle/123456789/13635
Title: Analisis Yuridis Penjatuhan Hukuman Mati terhadap perantara Jual Beli Narkotika (Studi putusan Nomor 594/Pid.Sus/2015/PN.Tjb)
Authors: Sinaga, Ricson
metadata.dc.contributor.advisor: Rizkan, Zulyadi
Keywords: Penjatuhan Hukuman Mati;Perantara Jual Beli;narkotika
Issue Date: Sep-2019
Publisher: Universitas Medan Area
Series/Report no.: NPM;161803018
Abstract: Hukuman mati masih belum berhasil menimbulkan efek jera kepada pelaku kejahatan narkotika, karena fakta di lapangan menunjukkan peredaran dan penyalahgunaan narkotika justru semakin tinggi. Berdasarkan hal tersebut rumusan masalah dalam penelitian ini: 1) Bagaimana aturan hukum tentang pidana mati dalam tindak pidana narkotika di Indonesia, 2) Bagaimana kendala yang dihadapi dalam penerapan eksekusi terpidana mati di Indonesia, 3) Bagaimana dasar pertimbangan hakim dalam menjatuhkan hukuman mati kepada perantara jual beli narkotika dalam Putusan Nomor 594/Pid.Sus/2015/PN. Tjb, dengan tujuan penelitian: 1) Mengetahui aturan hukum tentang pidana mati dalam tindak pidana narkotika di Indonesia, 2) Mengetahui kendala yang dihadapi dalam penerapan pidana mati di Indonesia, 3) Untuk mengetahui bagaimana dasar pertimbangan hakim dalam menjatuhkan hukuman mati kepada perantara jual beli narkotika dalam Putusan Nomor 594/Pid.Sus/2015/PN. Tjb. Metode pengumpulan data yang digunakan adalah penelitian kepustakaan (library researc) yaitu dengan cara menelaah dari berbagai sumber kepustakaan yang relevan dan menelusuri sumber bacaan yakni buku-buku, pendapat para sarjana, artikel dalam internet dan mendownload putusan dari situs direktori putusan. Dari hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pidana mati dalam tindak pidana narkotika di atur dalam UU Narkotika No, 35 tahun 2009, yaitu pada pasal 113, 114, 116, 118, 119, 121, 132 dan 133. Perantara jual beli narkotika diatur pasal 114 Ayat (2), yaitu dalam hal perbuatan menawarkan untuk di jual, menjual, membeli, menjadi perantara dalam jual beli, menukar, menyerahkan, atau menerima Narkotika Golongan I sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang dalam bentuk tanaman beratnya melebihi 5 (lima) batang pohon atau dalam bentuk bukan tanaman beratnya 5 (lima) gram, pelaku dipidana dengan pidana mati, pidana penjara seumur hidup, atau pidana penjara paling singkat 6 (enam) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan pidana denda maksimum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditambah 1/3 (sepertiga). Kendala pelaksanaan eksekusi mati terhadap sejumlah terpidana, yaitu kendala yuridis dengan adanya keputusan MK yang membatalkan batas maksimal pengajuan grasi satu tahun, kemudian putusan MK yang memperbolehkan pengajuan upaya hukum peninjuan kembali (PK) boleh lebih dari sekali, serta adanya responden negatif dari masyarakat terhadap hukuman mati. Terdakwa Efendi Salam Ginting Alias Pendisa Ginting melakukan kejahatannya secara terorganisir, termasuk menyediakan sarana pengangkutan narkotika dan pencucian uang, menjatuhkan pidana mati sudah tepat. Tindak pidananya sudah pernah dihukum dua kali (resividis), serta tindak pidana terakhir juga sudah tiga kali dilakukan kemudian tertangkap dan diadili (konkursus). Terdakwa dari dalam penjara juga tetap mengkoordinir penyediaan pengangkutan narkotika dari Malaysia ke Indonesia. Terdakwa sudah sulit untuk dapat direhabilitasi, sehingga satu-satunya pidana yang dapat menghentikan terdakwa adalah Pidana Mati. The death sentence has not yet succeeded in causing a deterrent effect on narcotics criminals, because the facts on the ground show that narcotics distribution and abuse are even higher. Based on this, the formulation of the problems in this study: 1) How are the legal rules regarding capital punishment in narcotics crime in Indonesia, 2) What are the obstacles faced in implementing the execution of death row in Indonesia, 3) What are the basic considerations of judges in giving death sentences to intermediaries buying and selling narcotics in Decision Number 594 / Pid.Sus / 2015 / PN. Tjb, with the aim of research: 1) Knowing the legal rules regarding capital punishment in narcotics crime in Indonesia, 2) Knowing the obstacles faced in the application of capital punishment in Indonesia, 3) To find out how the judge's basic considerations in imposing capital punishment on intermediaries buying and selling narcotics in Decision Number 594 / Pid.Sus / 2015 / PN. Q. The data collection method used is library research, namely by examining from a variety of relevant literature sources and tracing sources of reading namely books, opinions of scholars, articles on the internet and downloading decisions from the decision directory website. The results of this study indicate that the death penalty in narcotics crime is regulated in Narcotics Law No, 35 of 2009, namely in articles 113, 114, 116, 118, 119, 121, 132 and 133. Intermediaries in the sale and purchase of narcotics are regulated in article 114 paragraph (2), i.e. in the case of offering to sell, sell, buy, become an intermediary in buying and selling, exchanging, delivering, or receiving Narcotics of Group I as referred to in paragraph (1) in the form of plants weighing more than 5 (five) stems a tree or in the form of a non-plant weighing 5 (five) grams, the offender is sentenced to capital punishment, life imprisonment, or a maximum prison sentence of 6 (six) years and a maximum of 20 (twenty) years and a maximum fine as referred to in paragraph (1) plus 1/3 (one third). Constraints on the execution of executions of a number of convicted persons, namely juridical constraints with the Constitutional Court's decision to cancel the maximum limit for filing a pardon for one year, then the Constitutional Court's decision that allows submission of legal review (PK) may be more than once, and the existence of negative respondents from the public against death penalty. Defendant Efendi Salam Ginting Alias Pendisa Ginting committed his crimes in an organized manner, including providing means of transporting narcotics and money laundering, imposing capital punishment was appropriate. The criminal act has been sentenced twice (individual), and the last crime has also been carried out three times and then caught and tried (concourse). The defendant from prison also continued to coordinate the supply of narcotics transportation from Malaysia to Indonesia. The defendant has been difficult to be rehabilitated, so the only criminal that can stop the accused is the Death Penalty.
Description: 90 Halaman
URI: https://repositori.uma.ac.id/handle/123456789/13635
Appears in Collections:MT - Master of Law

Files in This Item:
File Description SizeFormat 
161803018 - Ricson Sinaga - Fulltext.pdfCover, Abstract,Chapter I, II, III, V, Bibliography612.22 kBAdobe PDFView/Open
161803018 - Ricson Sinaga - Chapter IV.pdf
  Restricted Access
Chapter IV199.05 kBAdobe PDFView/Open Request a copy


Items in DSpace are protected by copyright, with all rights reserved, unless otherwise indicated.