Please use this identifier to cite or link to this item:
https://repositori.uma.ac.id/handle/123456789/14416
Full metadata record
DC Field | Value | Language |
---|---|---|
dc.contributor.author | Suhatrizal | - |
dc.date.accessioned | 2021-05-25T03:22:17Z | - |
dc.date.available | 2021-05-25T03:22:17Z | - |
dc.date.issued | 2012-10 | - |
dc.identifier.uri | https://repositori.uma.ac.id/handle/123456789/14416 | - |
dc.description | 54 Hlm | en_US |
dc.description.abstract | Pembalikan beban pembuktian atau sering disebut beban pembuktian terbalik dalam bahasa inggris disebut reversal burden of proof. Selain itu juga beberapa kalangan memadankan dengan istilah shifting burden of proof. Penerapan beban pembuktian dalam tindak pidana korupsi berdasarkan sistem atau azas tersebut adalah untuk memberikan kesempatan seseorang atau terdakwa membuktikan dirinya tidak bersalah melakukan tindak pidana korupsi, dan jika keterangan seseorang atau terdakwa ini benar, maka pihak yang berwenang atau hakim dapat mempertimbangkan keterangan tersebut sebagai hal yang setidak-tidaknya menguntungkan bagi diri seseorang atau terdakwa, atau sebaliknya dapat merugikan diri seseorang atau terdakwa apabila keterangan tersebut ternyata tidak benar. Pada sistem pembuktian dalam perkara pidana pada umumnya di dasarkan pada Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 Tentang Kitab Undang- Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP). Demikian juga dengan tindak pidana korupsi, juga di dasarkan pada Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981, akan tetapi ada beberapa pengecualian terutama dalam penanganan tindak pidana korupsi ini mengingat bahwa korupsi merupakan extra ordinary crime, sehingga dalam penanganannya pun harus melalui cara-cara yang luar biasa. Salah satu bentuk pengecualian dari Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 ini adalah sistem pembuktian tindak pidana korupsi. Sistem pembuktian tindak pidana korupsi menurut Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi adalah sistem pembuktian terbalik yang terbatas dan berimbang, sebagaimana ditegaskan dalam Pasal 37 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001, yakni : (1) Terdakwa mempunyai hak untuk membuktikan bahwa ia tidak melakukan tindak pidana korupsi. (2) Dalam hal Terdakwa dapat membuktikan bahwa ia tidak melakukan tindak pidana korupsi, maka pembuktian tersebut dipergunakan oleh pengadilan sebagai dasar untuk menyatakan bahwa dakwaan tidak terbukti. | en_US |
dc.language.iso | id | en_US |
dc.publisher | Universitas Medan Area | en_US |
dc.subject | diktat korupsi | en_US |
dc.subject | tindak korupsi | en_US |
dc.title | Diktat Tindak Pidana Korupsi | en_US |
dc.title.alternative | Dictates of Corruption | - |
dc.type | Karya Tulis Dosen | en_US |
Appears in Collections: | Lecture Summary |
Files in This Item:
File | Description | Size | Format | |
---|---|---|---|---|
Diktat - Suhatrizal - Tindak Pidana Korupsi.pdf | Lecture Summary | 1.28 MB | Adobe PDF | View/Open |
Items in DSpace are protected by copyright, with all rights reserved, unless otherwise indicated.