Analisis Tindak Pidana Pelanggaran Prosedur Pemberian Kredit Perbankan PT. BPR Madani (Studi Putusan No. 190/Pid/.Sus/2019/PT.Mdn)

Abstract

Kejahatan bank terutama yang dilakukan oleh pihak internal justru akan merusak kepercayaan masyarakat terhadap bank. Salah satu kasus penyimpangan bank yang terjadi di Kota Medan adalah pencairan kredit dengan melakukan pelanggaran prosedur pemberian kredit sebagaimana dinyatakan dalam Putusan No. 190/Pid.Sus/2019/PT.Mdn. Terdakwa selaku direktur operasional PT. Bank Perkreditan Rakyat Prima Medan telah menandatangani surat komite tanpa persetujuan komisaris utama sehingga tidak sesuai dan tidak dibenarkan secara prosedur (SOP). Berdasarkan hal tersebut rumusan masalah dalam penelitian ini: 1) Bagaimana aturan hukum tentang perbankan di Indonesia, 2) Bagaimana faktor-faktor yang mendorong terjadinya tindak pidana di bidang perbankan, 3) Bagaimana faktor pertimbangan majelis hakim dalam memutus perkara pelanggaran prosedur pemberian kredit sebagaimana dinyatakan dalam Putusan No. 190/Pid.Sus/2019/PT.Mdn. Adapun metode penelitian yang digunakan adalah metode deskriptif, sedangkan teknik analisis data menggunakan deskriptif kualitatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa aturan hukum pada tindak pidana perbankan diatur pada UU No. 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas Undang-Undang No. 7 Tahun 1992 Tentang Perbankan. Ancaman pidana pelanggaran prosedur pemberian kredit diatur dalam pasal 49 ayat (2) huruf b dengan ancaman pidana penjara sekurang-kurangnya 3 (tiga) tahun dan paling lama 8 (delapan) tahun serta denda sekurang-kurangnya Rp. 5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah) dan paling banyak Rp. 100.000.000.000,00 (seratus miliar rupiah). Penegakan hukum terhadap tindak pidana perbankan pada Pengadilan Tinggi Medan telah dilaksanakan dengan baik dengan memeriksa perkara berdasarkan bukti-bukti yang terungkap di persidangan. Dalam memutus perkara pidana perbankan, majelis hakim telah mempertimbangkan berbagai faktor seperti tingkat kerugian yang timbul akibat tindak pidana dan kemungkinan reaksi negatif dari masyarakat. Tetapi dalam hal ini majelis hakim menghadapi kendala penegakan hukum berupa kerahasiaan bank dan kemungkinan adanya intervensi yang dilakukan oleh berbagai pihak untuk mempengaruhi putusan majelis hakim. Pidana yang dijatuhkan majelis hakim selama 3 tahun terhadap terdakwa dalam putusan No. 190/Pid.Sus/2019/PT.Mdn terlalu ringan padahal perbuatan terdakwa sangat berpotensi mengurangi kepercayaan masyarakat kepada bank karena tidak hati-hati dalam mengelola dana masyarakat. Majelis hakim seharusnya mempertimbangkan rasa keadilan masyarakat karena terdakwa telah melakukan pengelolaan dana masyarakat secara tidak tepat, yaitu dengan secara tidak hati-hati melakukan pencairan kredit, sekaligus telah melanggar ketentuan yang ditetapkan oleh bank. Majelis hakim juga seharusnya mempertimbangkan kemungkinan adanya kerjasama antara terdakwa dengan debitur yang menerima pencairan dengan sejumlah imbalan. Disarankan pemerintah perlu membatasi penggunaan kerahasiaan bank oleh perbankan sehingga tidak menjadi faktor kendala dalam penegakan hukum pada tindak pidana perbankan. Majelis hakim perlu lebih berani menolak segala bentuk intervensi dalam pemeriksaan tindak pidana perbankan, agar pertimbangan hakim menjadi lebih objektif terhadap bukti-bukti yang terungkap dipersidangan. Majelis hakim perlu lebih tegas dalam menjatuhkan pidana pada perkara perbankan, agar dapat memberikan efek jera serta meningkatkan kepercayaan masyarakat kepada perbankan. Bank crimes, especially those committed by internal parties, will actually destroy public trust in the bank. One of the cases of bank irregularities that occurred in the city of Medan was credit disbursement by violating the procedure for providing credit as stated in Decision No. 190 / Pid.Sus / 2019 / PT.Mdn. The defendant as the operational director of PT. Bank Perkreditan Rakyat Prima Medan has signed a committee letter without the approval of the main commissioner so that it is not appropriate and not justified in procedure (SOP). Based on this, the formulation of the problem in this study: 1) What are the legal rules regarding banking in Indonesia, 2) What are the factors that encourage the occurrence of criminal acts in the banking sector, 3) What are the factors considered by the judges in deciding cases of violation of crediting procedures as stated in Decision No. 190 / Pid.Sus / 2019 / PT.Mdn. The research method used is descriptive method, while the data analysis technique uses qualitative descriptive. The results showed that the rule of law in banking criminal acts is regulated in Law No. 10 of 1998 concerning Amendment to Law No. 7 of 1992 concerning Banking. The threat of a criminal violation of the procedure for granting credit is regulated in article 49 paragraph (2) letter b with the threat of imprisonment of at least 3 (three) years and a maximum of 8 (eight) years and a fine of at least Rp. 5,000,000,000.00 (five billion rupiah) and a maximum of Rp. 100,000,000,000.00 (one hundred billion rupiah). Law enforcement against banking crimes at the Medan High Court has been carried out well by examining the case based on the evidence revealed at the trial. In deciding banking criminal cases, the panel of judges has considered various factors such as the level of loss arising from criminal acts and the possibility of negative reactions from the public. But in this case the panel of judges faces legal enforcement constraints in the form of bank secrecy and the possibility of intervention by various parties to influence the judges' decisions. Criminal sentences of judges for 3 years against the defendant in decision No. 190 / Pid.Sus / 2019 / PT.Mdn is too light even though the actions of the defendant have the potential to reduce public trust in banks because they are not careful in managing public funds. The panel of judges should have considered the sense of justice of the community because the defendant had improperly managed the public funds, namely by not carefully disbursing credit, while violating the provisions stipulated by the bank. The panel of judges should also consider the possibility of collaboration between the defendant and the debtor who received the disbursement with a number of rewards. It is recommended that the government needs to limit the use of bank secrecy by banks so that it does not become a constraint factor in law enforcement in banking crime. The panel of judges needs to be more courageous in rejecting any form of intervention in the examination of banking crimes, so that the judge's judgment becomes more objective towards the evidence revealed in court. The judges need to be more assertive in imposing penalties on banking cases, in order to provide a deterrent effect and increase public confidence in banks.