Please use this identifier to cite or link to this item: https://repositori.uma.ac.id/handle/123456789/16043
Title: Proses Penyelesaian Tindak Pidana Desersi secara In Absensia di Pengadilan Militer I-02 Medan
Other Titles: Process for the Settlement of the Crime of Desertion in Absence at the Military Court I-02 Medan
Authors: Naibaho, Sahat Maruli Tua
metadata.dc.contributor.advisor: Siregar, Taufik
Fitri, Beby Suryani
Keywords: tindak pidana;desersi;in absensia;criminal action;desertion;in absentia
Issue Date: 21-Sep-2021
Publisher: Universitas Medan Area
Series/Report no.: NPM;168400168
Abstract: Tindak pidana desersi merupakan suatu tindak pidana yang dilakukan oleh seorang militer yang merupakan perbuatan melawan hukum dan bertentangan dengan Undang-Undang Hukum Pidana Militer. Permasalahan yang dibahas dalam penelitian ini adalah bagaimana pengaturan hukum pidana terhadap anggota Militer yang melakukan tindak pidana Desersi dan bagaimana proses penyelesaian tindak pidana desersi secara In Absensia yang pelakunya tidak ditemukan di Pengadilan Militer I-02 Medan. Untuk menjelaskan dan memecahkan permasalahan diatas, metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah yuridis empiris dengan mengkaji ketentuan hukum yang berlaku serta apa yang terjadi dalam kenyataan di masyarakat. Teknik pengumpulan data yang dilakukan melalui penelitian kepustakaan (library research) dan penelitian lapangan (field research) yaitu dengan melakukan wawancara langsung di Pengadilan Militer, Jl. Ngumban Surbakti, No. 45, Sempakata, Kec. Medan Selayang, Kota Medan, Sumatera Utara. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan maka penulis menarik kesimpulan bahwa Pengaturan tindak pidana desersi yang dilakukan oleh militer terdiri dari Pasal 87 KUHPM, Pasal 88 KUHPM, dan Pasal 89 KUHPM. Tindak pidana desersi dimaknai bahwa di dalam diri anggota TNI sudah tidak ada keinginan lagi untuk berada di dalam kedinasan militer. Bentuk tindak pidana desersi terdiri dari Desersi Murni dan desersi sebagai peningkatan dari kejahatan ketidakhadiran tanpa izin. Selain itu, sanksi pidana desersi diatur juga dalam KUHP yang terdiri dari Pasal 454 KUHP, Pasal 455 KUHP, dan Pasal 457 KUHP. Proses pemeriksaan perkara desersi pada umumnya sama dengan proses pemeriksaan perkara pidana lainnya. Pada sidang pertama, dibuka oleh hakim ketua diikuti dengan ketukan palu 3 (tiga) kali. Pemeriksaan perkara desersi secara in absentia dalam persidangan, Oditur Militer harus terlebih dahulu melakukan pemanggilan terhadap terdakwa 3 (tiga) kali berturut-turut secara sah untuk hadir di dalam persidangan. Ketika tidak hadir terdakwa akan dilanjutkan pembacaan surat dakwaan, pemeriksaan saksi, dan barang bukti. Selanjutnya tuntutan Oditur Militer dan putusan tanpa hadirnya terdakwa hal ini didasari pada Pasal 134 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1997 tentang Peradilan Militer. Selanjutnya pada hari putusan dibacakan, putusan tersebut akan diumumkan melalui papan pengumuman dan diberitahukan ke kesatuannya setelah 7 (tujuh) hari terhitung mulai putusan diumumkan, maka putusan akan berkekuatan hukum tetap. Desertion is criminal offense done by Military members who broke the law and contra with the Military criminal law. The problem of the study is how the criminal law regulated to the Military members who did desertion and what is the settlement process of desertion in a manner in absentia which is the culprit was not found in The Military court I-02 Medan. To explain and complete the problem of study above, the writer use juridical empirical method by reviewing the applicable law and the impacts in society. The technique of data collection is library research and field research by interview in The Military Court I-02 Medan, Jl. Ngumban Surbakti, No.45 Sempakata, Kecamatan Medan Selayang, Medan City North Sumatera. According to the result of research, the writer conclude that the arrangement of desertion which did by Military, consists of article 87 KUHPM, article 88, KUHPM and article 89 KUHPM. The desertion interpreted that inside TNI members, there is no more desire to be in Military service anymore. The criminal form of desertion are pure desertion and desertion as increase in the crime of did not present without permission. In other, penalty of the desertion arranged in KUHP which are article 454 KUHP, article 455 KUHP and article 457 KUHP. The identify process desertion in general are same with identify process in another criminal case. In the first court open by Presiding Judge following by 3 times hammer beat. The desertion case examination in a manner in absentia in the court. Military Prosecutor will call the Defendant first by 3 times consecutively legally to presence in the court. When the Defendant did not present in the court will be continued with the reading of the indictment, examinations of Witnesses and evidence. Furthermore the demands of the Military Prosecutor termination without defendant presence, this is based on article 134 Constitution number 31 year 1998 about the military court. Then on the day when decision is read out, the decision will be announced in the announcement board and notified to the unity after seven days, counted starting from the decision announced then the decision will have legally binding.
Description: 72 Halaman
URI: https://repositori.uma.ac.id/handle/123456789/16043
Appears in Collections:SP - Criminal Law

Files in This Item:
File Description SizeFormat 
168400168 - Sahat Maruli Tua Naibaho - Fulltext.pdfCover, Abstract, Chapter I, II, III, Bibliography1.1 MBAdobe PDFView/Open
168400168 - Sahat Maruli Tua Naibaho - Chapter IV.pdf
  Restricted Access
Chapter IV515.12 kBAdobe PDFView/Open Request a copy


Items in DSpace are protected by copyright, with all rights reserved, unless otherwise indicated.