Please use this identifier to cite or link to this item:
https://repositori.uma.ac.id/handle/123456789/16690
Title: | Aspek Hukum Perdata dalam Perjanjian Upah Borong (Partisipatif) dalam Pembangunan Jembatan di Desa Sidodadi Kecamatan Batang Kuis (Penelitian pada Kantor Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Deli Serdang) |
Other Titles: | Civil Law Aspects in the Wholesale Wage Agreement (Participatory) in Bridge Construction in Sidodadi Village, Batang Kuis District (Research at the Deli Serdang Regency Public Works Office) |
Authors: | Ezra, Mohammad |
metadata.dc.contributor.advisor: | Fakultas Hukum |
Keywords: | upah partisipatif;pejanjian pembangunan;aspek perdata |
Issue Date: | 2015 |
Publisher: | Universitas Medan Area |
Series/Report no.: | NPM;118400207 |
Abstract: | 1. Dalam pelaksanaan perjanjian pemborongan, pemenang lelang merupakan penawar terendah. Namun tidak semua pemborong dengan penawaran terendah yang memenangkan proses tender. Hal ini didasarkan pihak pemberi pekerjaan borongan (bouwher) melihat harga yang ditawarkan dianggap tidak wajar dan juga untuk menjaga kualitas hasil pekerjaan. Pelaksanaan perjanjian pemborongan dibuat dalam bentuk kontrak standar meskipun pada prinsipnya perjanjian pemborongan bukanlah termasuk perjanjian standar atau baku. Namun pihak pemborong cenderung untuk tidak melibatkan diri dalam pembuatan kontrak karena pemborong cenderung berorientasi sebagai pemenang tender sehingga pihak pemborong menerima secara utuh kontrak yang telah dirumuskan oleh pemberi pekerjaan pemborongan (bouwher). 2. Kontraktor bertanggung jawab untuk menyelesaikan pembangunan proyek sesuai dengan persyaratan teknisi bahan, mutu dan waktu yang telah ditetapkan oleh pemberi tugas dan disetujui oleh pihak kontraktor dan dituangkan dalam bentuk perjanjian pemborongan yang ditanda tangani oleh kedua belah pihak. 1. In the implementation of the charter agreement, the winner of the auction is the lowest bidder. However, not all contractors with the lowest bids won the tender process. This is based on the wholesaler's view (bouwher) that the price offered is considered unreasonable and also to maintain the quality of the work. The implementation of the chartering agreement is made in the form of a standard contract, although in principle the chartering agreement is not a standard or standard agreement. However, the contractor tends not to be involved in making the contract because the contractor tends to be oriented as the winner of the tender so that the contractor accepts the full contract that has been formulated by the contractor (bouwher). 2. The contractor is responsible for completing the project construction in accordance with the requirements of the material technician, quality and time set by the assignor and approved by the contractor and stated in the form of a chartering agreement signed by both parties. |
Description: | 75 Halaman |
URI: | https://repositori.uma.ac.id/handle/123456789/16690 |
Appears in Collections: | SP - Civil Law |
Files in This Item:
File | Description | Size | Format | |
---|---|---|---|---|
118400207 - Mohammad Ezra - Fulltext.pdf | Cover, Abstract, Chapter I, II, III, V, Bibliography | 359.84 kB | Adobe PDF | View/Open |
118400207 - Mohammad Ezra - Chapter IV.pdf Restricted Access | Chapter IV | 218.69 kB | Adobe PDF | View/Open Request a copy |
Items in DSpace are protected by copyright, with all rights reserved, unless otherwise indicated.