Peranan Sistem Penyelenggaraan Otomasi Kliring Guna Memperlancar Lalu Lintas Pembayaran Giral pada Bank Indonesia Medan

Abstract

Kesimpulsn 1. Bank Indonesia Medan sebagai penyelenggara kliring lokal di Medan telah menerapkan sistem otomasi kliring sejak 11 Januari 1994 sebagai pengganti penyelenggaraan kliring secara manual. Dengan otomasi kliring, seluruh perhitungan, pembuatan bilyet saldo kliring dan pe~lahan warkat dilakukan secara otomasi dengan menggunakan mesin reader sorter yang mcmbaca dan memilah warkat kliring berdasarkan informasi yang tertera dalam bentuk ma~~-~C'- ink ch~cter recognition (MICR) code line pada setiap warkat. 2. Dalam tiga tahun terakhir (Juni 2003 sampai dengan Mei 2006), jumlah warkat yang diproses melalui sistem otomasi kliring pada Bank Indonesia Medan adalah sebanyak 15.417 .602 lembar dengan nilai nominal sebesar Rp.298.002.664 juta atau rata-rata perhari sebanyak 21.178 lembar dengan nilai nominal sebesar Rp.409 .344 juta. 3. Hambatan yang terdapat dalam penyelenggaraan sistem otomasi kliring pada Bank Indonesia Medan adalah tingkat warkat reject yang rata-rata perhari sebanyak 775 lembar atau sebesar 3,66% darijumlah rata-rata per hari warkat yang diproses. 4. Penyebab warkat reject 72,52% kareua kesalahan encode atau encode tidak lengkap, 24,26% karena kualitas pita magnetic ink character recognition (MICR) yang tidak standar clan 3,23 karena pemakaian warkat kliring yang tidak sesuai dengan st.andar. 5. Warkat reject a.1<an menghambat ke!ancaran pelaksanaan kliring, sebab setiap warkat reject harus ditindaklanjuti dengan melakukan perbaikan data dan atau mengeluarkannya dari perhitungan kliring melalui proses/kegiatan reject reentry dan balancing. Proses tersebut dilak-ukan secara manual satu per satu atas seluruh fisik warkat reject sehingga membutuhkan wakw tambahan dan ketelitian petugas. Dengan demikian semakin banyak warkat reject akan memperlambat proses penyelesaian kliring dan berpotensi menimbulkan resiko kesalahan. 6. Keterlambatan prd'ses penyelesaian kliring dapat menimbulkan resiko dalam sistem pembayaran, kerugian bagi masyarakat nasabah bank (pelak'U bisnis ), kerugian bagi bank peserta dan kesulitan bagi Bank Sentral dalam melaksanakan kebijakan moneter. Conclusion 1. Bank Indonesia Medan as the local clearing operator in Medan has implemented an automated clearing system since January 11, 1994 as a substitute clearing operations manually. With clearing automation, throughout calculations, preparation of clearing balance slips and drafting are carried out automatically by using a reader sorter machine that reads and Sort the clearing items based on the information contained in the form ma~~-~C'- ink character recognition (MICR) code line on each letter. 2. In the last three years (June 2003 to May 2006), total scripts processed through the clearing automation system at Bank Indonesia Medan is 15,417,602 shares with a nominal value of Rp.298,002,664 million or an average of 21,178 shares per day with nominal value of IDR 409,344 million. 3. Obstacles in the implementation of the clearing automation system in Bank Indonesia Medan is the daily average rate of reject notes 775 sheets or 3.66% of the average number per letter day processed. 4. The cause of the 72.52% rejected letter was due to an encode or no encode error complete, 24.26% due to the quality of the magnetic ink character recognition ribbon (MICR) which is not standard and 3.23 due to the use of clearing documents not in accordance with standard. 5. Reject items a.1.an hinder the smooth implementation of clearing, because each rejected documents must be followed up by correcting data and or exclude it from the clearing calculation through the reject reentry process/activity and balancing. The process is done manually one by one for all physical rejected papers so that it requires additional time and officer accuracy. Thus, the more rejected letters will be slow down the clearing settlement process and have the potential to cause risk of error. 6. Delays in the clearing settlement process may pose internal risks payment system, losses for the bank customer community (business practitioners), losses for participating banks and difficulties for Central Banks in implementing monetary policy.