Penegakan Hukum Pidana terhadap Pelaku Kejahatan Penistaan Agama (Studi Putusan No.1612/Pid.B/2018/Pn.Mdn)

Abstract

Penistaan Agama tidak akan berhenti dalam kehidupan ditengah-tengah masyarakat karena bisa siapa saja dan dimana saja. Penistaan Agama ialah Penghinaan, Ketidaksopanan, serta penghujatan yang bertolak belakang dengan kepercayaan oranglain, seperti pada kasus yang telah diambil oleh penulis dalam Putusan No.1612/Pid.B/2018/PN.Mdn atas nama Meliana pada juli 2016 telah melanggar pasal 156a huruf a Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Permasalahan dalam penulisan skripsi ini ialah bagaimana pengaturan Pengaturan hukum tentang Tindak Pidana Penistaan Agama,Bagaimana Penegakan hukum pidana terhadap Pelaku Kejahatan Penistaan Agama (Berdasarkan Putusan No.1612/Pid. B/PN. Mdn), dan Bagaimana kendala dalam penegakkan hukum pidana terhadap pelaku kejahatan penistaan agama. Metode penelitian yang digunakan dalam Penulisan skripsi ini adalah jenis penelitian normatif dengan jenis data primer dan data sekunder serta menggunakan analisis kualitatif. Hasil Penelitian dalam Penulisan skripsi ini menunjukkan bahwa pengaturan hukum terhadap pelaku kejahatan penistaan agama diatur dalam Pasal 156a KUHP dengan pemenuhan 3 unsur kemudian juga diatur dalam Penetapan Presiden (PENPRES) No.1 tahun 1965 tentang penodaan agama, Penegakan hukum terhadap Pelaku kejahatan Penistaan Agama (berdasarkan Putusan No.1612/Pid.B/2018/PN. Mdn) ialah upaya tegaknya norma atau aturan hukum yang berlaku terkait kasus penistaan agama yang telah dilakukan oleh pelaku bernama meliana, Dalam pertimbangan dan putusan majelis hakim dengan hal memperberat: Menimbulkan keresahan terutama bagi umat islam, pelaku tidak berterus terang selama dipersidangan, dan pelaku tidak merasa bersalah. Dalam hal meringankan pelaku: Pelaku belum pernah dihukum dan memperhatikan serta mempertimbangkan Pasal 156a huruf a. Pelaku atas perbuatan melanggar hukum dalam Pasal 156a, dijatuhkan hukuman penjara 1 tahun 6 bulan dan dikenakan membayar beban biaya perkara sebesar Rp.5000,-. Kendala penegakan hukum terhadap pelaku kejahatan penistaan agama yang utama dalam putusan No.1612/Pid.B/2018/PN ialah para aparat penegak hukum yang tidak menjalankan tugasnya dengan baik dilihat dari proses penegakannya terlalu lama laporan kasus penistaan agama di terima Tahun 2016 dan Pelaku kejahatan yan tidak mengerti alur penegakan hukum sehingga menghambat proses penegakan hukum. Religious blasphemy will not stop in life in society because it can happen to anyone and anywhere. It is insulting, impoliteness, and blasphemy contrary to other people's beliefs. The case taken by the author in Decision Nwnber (1612/Pid.B/2018/PN.Mdn) on behalf of Meliana in July 2016 yiolated Article 156a letter 'a' of the Criminal Code (KUHP). The problems in writing this study were how to regulate the legal regulations regarding blasphemy crime, how to enforce criminal law against perpetrators of blasphemy crimes (based on Decision Number 1612/Pid.B/PN.Mdn), and what obstacles in enforcing criminal law against perpetrators of religious blasphemy crimes. The method used was n01mati ve research with primary and secondary data and qualitative analysis. The results showed that legal regulations for perpetrators of religious blasphemy were regulated in Article l 56a of the Criminal Code with the fulfillment of 3 elements which were then also regulated in Presidential Decree (PENPRES) No. I of 1965 concerning religious blasphemy, law enforcement against the perpetrators (based on Decision No.1612/Pid.B/2018/PN. Mdn) was an effort to uphold the legal norms or mies tl1at applied regarding cases of religious blasphemy that had been committed by the perpetrator named Meliana. In the consideration and decision of the panel of judges, the matter was aggravating, namely causing unrest, especially for Muslims in which the perpetrator did not come clean during the trial, and the perpetrator did not feel guilty. In terms of mitigating the perpetrator, the perpetrator bad never been punished, concerned, and considered Article l 56a letter a. Perpetrators of acts violated the law in Article l 56a were sentenced to 1 year and 6 (six) months in prison and were required to pay court costs of IDR 5,000. The main obstacle to law enforcement against perpetrators of the religious blasphemy crime in decision No.1612/Pid.B/2018/PN was law enforcement officers who did not carry out their duties properly, seen from the enforcement process taking too long to report cases of religious blasphemy received in 2016 and the perpetrators of crimes that did not understand the flow of law enforcement, thus obstructing the law enforcement process.