Pertanggungjawaban Pidana terhadap pejabat Pelaku tindak Pidana Korupsi Dana APBD Deli Serdang (Studi Putusan Nomor 401PK/Pid.Sus/2020)

Abstract

Tindak pidana korupsi merupakan suatu perbuatan yang dinilai sebagai pelanggaran hukum yang paling banyak merugikan masyarakat maupun negara. Kerugian tersebut dapat dinilai dengan merugikan perekonomian negara dan menghambat pembangunan nasional. Tindakan korupsi yang dilakukan oleh pejabat merupakan bentuk penyelewengan atau penyalahgunaan kekuasaan. Sehingga koruptor lebih melekat pada para pejabat karena banyaknya pejabat yang melakukan korupsi. Adapun yang menjadi permasalahan dalam penelitian ini adalah bentuk pertanggungjawaban Pidana terhadap Pejabat sebagai pelaku tindak pidana korupsi dana APBD (Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah) Kabupaten Deli Serdang berdasarkan Studi Putusan Nomor 401 PK/Pid.Sus/2020 dan pertimbangan hakim kepada pejabat sebagai pelaku tindak pidana korupsi dana APBD (Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah) Kabupaten Deli Serdang. Metode yang penelitian yang dilakukan menggunakan metode analisis normatif. Analitis data dalam penelitian ini menggunakan analisis kualitatif deskriptif. Bahwa pertanggungjawaban pidana bagi pelaku tindak pidana korupsi Dana APBD, Terdakwa Ir. Faisal, Selaku Kepala Dinas Pekerja Umum Kabupaten Deli Serdang, mempertanggungjawabkan penyalahgunaan wewenang, kesempatan, atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukannya yang merugikan keuangan Negara sebesar Rp105.830.013.698,61 (seratus lima miliar delapan ratus tiga puluh juta tiga belas ribu enam ratus sembilan puluh delapan rupiah enam puluh satu sen) yang dilakukan oleh terdakwa dan membenarkan keterangan dan tandatangannya. Pertimbangan Hakim terhadap pelaku tindak pidana korupsi dalam penyalahgunaan Dana APBD pada Putusan 44/Pid.Sus-TPK/2021/PN.Mdn, Hakim menilai bahwa dakwaan primair tidak tepat diterapkan pada Terdakwa karena pada Pasal 2 Ayat (1) sifat melawan hukumnya dalam arti luas sedangkan perbuatan Terdakwa sifat melawan hukumnya lebih khusus atau spesifik yakni menyangkut penyalahgunaan kewenangan sebagaimana yang di atur pada Pasal 3 jo. Pasal 18 UU No. 31 Tahun 1999 yang telah diubah menjadi UU No. 20 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. The criminal act of corruption is an act that is considered to be a violation of the law that causes the greatest damage to society and the state. These losses can be assessed as detrimental to the country's economy and hamper national development. Corrupt acts committed by public officials are a form of abuse or misuse of power. Therefore, corruption is more associated with officials because many officials commit corruption. The problem in this research was the form of criminal liability for officials as perpetrators of criminal acts of corruption in the Deli Serdang Regency APBD (Regional Revenue and Expenditure Budget) funds based on Study Decision Number 401 PK/Pid.Sus/2020 and the judge's consideration of officials as perpetrators of corrupt criminal acts of Deli Serdang Regency APBD (Regional Revenue and Expenditure Budget) funds. The research method used was the normative analysis method. Descriptive qualitative analysis was used for data analysis. The criminal liability of the perpetrator of the criminal act of corruption in APBD funds, defendant Ir. Faisal, as the head of the Public Works Service of Deli Serdang Regency, was responsible for the abuse of authority, opportunities, or facilities available to him under his position or position, which caused losses to the state finances of IDR 105,830,013,698.61 (one hundred and five billion eight hundred and thirty million thirteen thousand six hundred and ninety-eight rupiah and sixty-one cents) made by the defendant and confirmed by his statement and signature. Judge's consideration of perpetrators of corruption criminal act in the misuse of APBD funds in decision 44/Pid.Sus-TPK/2021/PN.Mdn, the judge considered that the primary charge was not appropriate to apply to the defendant because the nature of it in Article 2 paragraph (1) was against the law in the broad sense. On the other hand, the nature of the defendant's act was against the law in a more special or specific sense, i.e. involving abuse of authority, as regulated by Article 3 in conjunction with Article 18 of Law No. 31 of 1999, as amended by Law No. 20 of 2001 on the Eradication of Corruption Crimal Acts.