Please use this identifier to cite or link to this item: https://repositori.uma.ac.id/handle/123456789/25126
Full metadata record
DC FieldValueLanguage
dc.contributor.advisorSuhatrizal-
dc.contributor.authorRamadhani, Agoeng-
dc.date.accessioned2024-08-20T07:43:12Z-
dc.date.available2024-08-20T07:43:12Z-
dc.date.issued2009-09-
dc.identifier.urihttps://repositori.uma.ac.id/handle/123456789/25126-
dc.description68 Halamanen_US
dc.description.abstractDalam suatu proses beracara di Pengadilan dibutuhkan proses atau tahapan sehingga dicapai keputusan akhir. Proses atau tahapan tersebut dikcnal sebagai suatu sistem yang tersusun sedemikian rupa sehingga rlakim dapat memberikan keputusannya. Demikian juga halnya dengan persangkaan-persangkaan yang dilakukan terhadap telah terjadinya suatu perbuatan pidana korupsi maka dibutuhkan suatu tata cara proses penanganan yang sedemikian rupa sehingga pelaku korupsi tidak dapat melepaskan tanggung jawab atas akibat perbuatannya tersebut. Meskipun Undang-Undang No. 20 Tahun 2001 mengatur sedemikian mpa tata era penyidikm1 sampai pertanggung jawaban tersangka di depan pengadilan, tetapi pada kenyataanya kejahatan korupsi bukan berkurang malah semakin meningkat. Hal ini dapat dilihat dari data-data di bawah ini : Pembahasan skripsi m1 pada dasamya mengetengahkan pembahasan tentang tindak pidana korupsi serta akibat hukumnya dan tata cara pemeriksaannya di tingkat pengadilan. Melihat buruknya korupsi dan dampaknya bagi suatu bangsa maka adalah suatu hal yang menarik untuk mengkaji lebih jauh tentang istilah korupsi itu sendiri dan juga proses penanganannya di tingkat pengadilan, karena selama ini berkembangnya korupsi karena pengadilan bclurn ntampu memberikan efek jera bagi pelaku dan juga calon pelaku dalam putusan-putusannya tentang tindak pidana korupsi. Adapun permasalahan yang diangkat menjadi bahan penelitian skripsi ini adalah : " Bagaimana proses pemeriksaan perkara tindak pidana korupsi agar tindak pidana korupsi dapat dikurangi jumlahnya ". Setelah dilakukan penelitian dan pembahasan maka diketahui : UndangUndang No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi menganut prinsip pembuktian terbalik, dimana penuntut umum dapat melakukan penuntutan terhadap seseorang yang disangkakan telah melakukan pcrbuatan pi dana korupsi. Beban pembuktian tidak berada pada pihak penuntut umum tetapi pada tersangka, dimana ia harus daput memberikan bukti-bukti bahwu hurtu yang dimiliki didupatkan dari sumber yang sah dan bukan basil korupsi. Pelaksanaan pemeriksaan perkara korupsi berbeda dengan perkara pidana biasa, dimana dalam perkara korupsi pihak - pihak terkait dapat meminta keterangan kepada bank tentang keadaan keuangan tersangka, serta dapatnya dilaksanakan suatu sistem peradilan in absentia dimana pelaksanaan persidangannya tidak diikuti tersangka.en_US
dc.language.isoiden_US
dc.publisherUniversitas Medan Areaen_US
dc.relation.ispartofseriesNPM;078400007-
dc.subjecttindak pidana korupsien_US
dc.titleAspek Hukum Terhadap Pelaku Tindak Pidana Korupsi (Studi Kasus di Pengadilan Negeri Medan)en_US
dc.title.alternativeLegal Aspects of Corruption Offenders (Case Study at Medan District Court)en_US
dc.typeThesisen_US
Appears in Collections:SP - Criminal Law

Files in This Item:
File Description SizeFormat 
078400007 - Agoeng Ramadhani Fulltext.pdfCover, Abstract, Chapter I, II, III, V, Bibliography15.68 MBAdobe PDFView/Open
078400007 - Agoeng Ramadhani Chapter IV.pdf
  Restricted Access
Chapter IV4.83 MBAdobe PDFView/Open Request a copy


Items in DSpace are protected by copyright, with all rights reserved, unless otherwise indicated.