Reintegrasi Pembebasan Bersyarat bagi Narapidana Terorisme (Studi Kasus Lembaga Pemasyarakatan Tanjung Kusta Kelas 1 Medan)

Abstract

Terorisme di Indonesia memerlukan pendekatan khusus dalam pemidanaan dan rehabilitasi. Lembaga pemasyarakatan berperan penting dalam membenahi narapidana terorisme untuk mencegah terjadinya residivisme. Pembebasan Bersyarat (PB) merupakan langkah memulihkan hubungan terpidana dengan masyarakat. Pemberian PB bagi narapidana terorisme di Lembaga Pemasyarakatan Kelas I Tanjung Kusta perlu dievaluasi, termasuk implementasi UU Nomor 22 Tahun 2002. Permasalahan penelitian ini membahas tentang kerangka hukum pemberian pembebasan bersyarat kepada narapidana terorisme di Lembaga Pemasyarakatan Kelas 1 Tanjung Kusta, program reintegrasi bagi narapidana tersebut, dan tantangan dalam pemberian pembebasan bersyarat. Penelitian ini memanfaatkan kajian pustaka dengan mengkaji berbagai sumber seperti buku-buku hukum, jurnal hukum, pendapat para ahli, peraturan perundang-undangan, dan bahan perkuliahan, serta penelitian lapangan di Lembaga Pemasyarakatan Kelas I Tanjung Kusta. Temuan penelitian menunjukkan bahwa kerangka hukum pemberian pembebasan bersyarat kepada narapidana terorisme diatur dalam KUHP, disesuaikan dengan UU No. 22 Tahun 2002, Peraturan Pemerintah No.99/2012, dan Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia No. 03/ 2018.Program reintegrasi di Lembaga Pemasyarakatan Kelas I Tanjung Kusta bertujuan untuk memfasilitasi reintegrasi narapidana terorisme ke dalam masyarakat, menjadi indikator keberhasilan reformasi korektif dan pengurangan populasi penjara untuk menjaga ketertiban. Tantangan dalam reintegrasi sosial melalui pembebasan bersyarat mencakup kuatnya keyakinan ideologis para narapidana terorisme, sulitnya mereka berkomitmen pada negara Indonesia, dan kurangnya dukungan keluarga dalam prosesnya. Terrorism in Indonesia requires a specialized approach in sentencing and rehabilitation. Correctional institutions playa crucial role in reforming terrorism convicts to prevent recidivism. Parole (PB) is a step toward restoring the convicts' relationship with society. The granting ofPB for terrorism convicts in Tanjung Kusta Class I Penitentiary needs to be evaluated, including the implementation of Law No. 22/2002. The reseurch problem addresses the legal framework for granting parole to terrorism convicts in Tanjung Kusta Class 1 Penitentiary, the reintegration programs for these convicts, and the challenges in granting parole.This study utilized a literature review byexamining various sources such as legal books, law journals, expert opinions, legislation, and lecture materials, alongside field research at Tanjung Kusta Class I Penitentiary. The findings indicated that the legal framework for granting parole to terrorism convicts was regulated by the Criminal Code, adjusted to Law No. 22/2002, Government Regulation No.99/2012, and the Minister ofLaw and Human Rights Regulation No. 03/2018.The reintegration programs in Tanjung Kusta Class I Penitentiary aimed to facilitate the reintegration ofterrorism convicts into society, serving as an indicator of successful correctional reform and reducing the prison population to maintain order. Challenges in sacial reintegration through parole include the strong ideological beliefs of terrorism convcts, their difficulty in committing to the Indonesian state, and lack offamily support in the process.