Please use this identifier to cite or link to this item: https://repositori.uma.ac.id/handle/123456789/26356
Full metadata record
DC FieldValueLanguage
dc.contributor.advisorZulyadi, Rizkan-
dc.contributor.authorSirait, Pernando-
dc.date.accessioned2025-01-17T08:05:09Z-
dc.date.available2025-01-17T08:05:09Z-
dc.date.issued2024-09-
dc.identifier.urihttps://repositori.uma.ac.id/handle/123456789/26356-
dc.description69 Halamanen_US
dc.description.abstractDalam hukum positif, penelantaran dalam rumah tangga dapat dianggap sebagai bentuk kekerasan dalam rumah tangga (domestic violence) dan merupakan tindakan yang dilarang oleh peraturan hukum, serta akan dikenakan sanksi. Penelantaran dalam rumah tangga sering kali dilakukan oleh suami yang meninggalkan anak dan istrinya tanpa memberikan nafkah yang diperlukan bagi keluarga yang menjadi tanggungannya. Pengesahan UU Nomor 23 tahun 2004 tentang Penghapusan KDRT dapat menjadi payung hukum dalam penegakan hukum terhadap pelaku, upaya pencegahan, serta memberikan perlindungan kepada korban KDRT tanpa mengganggu keutuhan dan keharmonisan rumah tangga. Permasalahan dalam penelitian ini yaitu : bagaimana penerapan hukum pidana formil terhadap pelaku tindak pidana penelantaran dalam rumah tangga di Polretabes Medan? dan apa saja faktor penghambat kepolisian dalam menangani kasus penelantaran dalam rumah tangga?. Jenis penelitian merupakan yuridis normatif. Analisis data dilakukan secara kualitatif. Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa penerapan hukum formil terhadap pelaku tindak pidana penelantaran rumah tangga telatur diatur dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (UU PKDRT) yang berbunyi “pelaku dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun atau denda paling banyak Rp. 15.000.000 (lima belas juta rupiah). Faktor penghambat kepolisian dalam hal ini Polrestasbes Kota Medan dalam menangani kasus penelantaran dalam kasus rumah tangga adalah (1) kurangnya keterbukaa korban selama proses penyidikan, sehingga penyidik mengalami kesulitan dalam menentukan langkah apa yang dapat diambil serta kesulitan dalam menentukan bentuk tindak pidana penelantaran yang terjadi serta pasal yang dapat diterapkan pada pelaku, (2) masyarakat masih menganggap bahwa melaporkan tindak pidana penelantaran dalam rumah tangga sama halnya dengan membuka permasalahan keluarga yang membuat keluarga dijauhi dan dikucilkan masyarakat, (3) kurangnya sarana dan prasarana. Sarana dan prasarana tersebut dapat berupa tenaga terdidik dan terampil, organisasi yang baik, peralatan yang memadai dan dana yang cukup. Pendanaan merupakan hal yang penting, dengan dana yang cukup dapat mempermudah dan mempercepat pencarian data dan hal-hal lain yang dibutuhkan oleh aparat penegak hukum.en_US
dc.language.isoiden_US
dc.publisherUniversitas Medan Areaen_US
dc.relation.ispartofseriesNPM;208400220-
dc.subjectPenegakan Hukumen_US
dc.subjectpenelantaran dalam rumah tanggaen_US
dc.subjectpidana formilen_US
dc.subjectdomestic neglecten_US
dc.titlePenegakan Hukum terhadap Pelaku Tindak Pidana Penelantaran Rumah Tangga (Studi Kasus Polrestabes Medan)en_US
dc.title.alternativeLaw Enforcement of People of The Crime of Household Negligence (Medan Police Case Study)en_US
dc.typeThesisen_US
Appears in Collections:SP - Criminal Law

Files in This Item:
File Description SizeFormat 
208400220 - Pernando Sirait Fulltext.pdfCover, Abstract, Chapter I, II, III, V, Bibliography1.38 MBAdobe PDFView/Open
208400220 - Pernando Sirait Chapter IV.pdf
  Restricted Access
Chapter IV323.47 kBAdobe PDFView/Open Request a copy


Items in DSpace are protected by copyright, with all rights reserved, unless otherwise indicated.