Analisis Komparatif Penulangan Struktur Gedung Bertingkat Menggunakan Tekla Structural Designer Melalui Pendekatan Bim

Abstract

Pembangunan gedung bertingkat di Indonesia terus meningkat seiring dengan keterbatasan ruang, terutama di wilayah perkotaan. Perancangan struktur gedung bertingkat menghadapi tantangan yang kompleks, khususnya dalam aspek penulangan yang harus memenuhi standar keamanan, efisiensi, dan keekonomisan. Metode perhitungan penulangan konvensional yang masih banyak digunakan memiliki keterbatasan, seperti proses perhitungan yang memakan waktu dan rentan terhadap kesalahan manusia. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk menganalisis perbandingan hasil perhitungan penulangan struktur gedung bertingkat menggunakan metode konvensional dan Tekla Structural Designer melalui pendekatan Building Information Modeling (BIM). Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kuantitatif dengan studi kasus pada gedung bertingkat delapan lantai. Data dikumpulkan melalui observasi, dokumentasi, dan eksperimen dengan melakukan perhitungan penulangan menggunakan kedua metode tersebut. Hasil analisis menunjukkan perbedaan yang signifikan pada elemen balok, kolom, dan pelat lantai. Pada elemen balok B18, jumlah tulangan meningkat sebesar 42,5%, dengan perubahan paling signifikan pada tulangan tarik dari 2D16 menjadi 8D16, atau meningkat 100%. Pada elemen kolom K2, jumlah tulangan yang dihasilkan lebih kecil dibandingkan dengan data proyek, yaitu 10D19 dibandingkan dengan 12D19, dengan selisih 16,67%. Pada elemen pelat lantai 6, bagian tumpuan (Mtx dan Mty) mengalami peningkatan spesifikasi tulangan dari D8-15 menjadi D10-15, atau sebesar 25%, yang berpotensi meningkatkan kapasitas struktural dalam mendistribusikan beban. Berdasarkan temuan tersebut, penelitian ini merekomendasikan implementasi Tekla Structural Designer dan pendekatan BIM dalam perencanaan struktur gedung bertingkat untuk meningkatkan akurasi perhitungan penulangan. Selain itu, diperlukan pengembangan standar dan panduan integrasi BIM dalam proyek konstruksi di Indonesia sebagai langkah strategis menuju transformasi digital industri konstruksi nasional. The construction of high-rise buildings in Indonesia continues to increase along with the limited space, especially in urban areas. The design of high-rise building structures faces complex challenges, especially in the aspect of reinforcement that must meet safety, efficiency, and economic standards. Conventional reinforcement calculation methods that are still widely used have limitations, such as the calculation process is time-consuming and prone to human error. Therefore, this study aims to analyze the comparison of the results of the calculation of high-rise building reinforcement structures using conventional methods and Tekla Structural Designer through the Building Information Modeling (BIM) approach. This study uses a quantitative descriptive method with a case study on an eight-story building. Data were collected through observation, documentation, and experiments by calculating reinforcement using both methods. The results of the analysis show significant differences in the beam, column, and floor slab elements. In the B18 beam element, the amount of reinforcement increased by 42.5%, with the most significant change in tensile reinforcement from 2D16 to 8D16, or an increase of 100%. In the column element K2, the amount of reinforcement produced is smaller compared to the project data, which is 10D19 compared to 12D19, with a difference of 16.67%. In the floor slab element 6, the support section (Mtx and Mty) experienced an increase in reinforcement specifications from D8-15 to D10-15, or 25%, which has the potential to increase structural capacity in distributing loads. Based on these findings, this study recommends the implementation of Tekla Structural Designer and the BIM approach in the planning of high-rise building structures to improve the accuracy of reinforcement calculations. In addition, it is necessary to develop standards and guidelines for BIM integration in construction projects in Indonesia as a strategic step towards the digital transformation of the national construction industry.