Legal Protection of Pawn Debtors For Damage and Loss of Collateral Objects in Private Pawn Businesses

Abstract

This study aims to analyze legal protection for pawn debtors concerning damage and loss of collateral in private pawn businesses. The growing phenomenon of private pawning practices without formal legality has led to legal uncertainty and increased risks to the rights of debtors. The research method employed is normative legal research with a literature review approach, utilizing data sources such as the Indonesian Civil Code (KUHPerdata), Law Number 8 of 1999 concerning Consumer Protection, Financial Services Authority Regulation (POJK) Number 31/POJK.05/2016 concerning Pawnshop Businesses, and Islamic legal instruments related to pawning (rahn). The results indicate that legal protection for debtors in private pawn businesses remains suboptimal. Although POJK Number 31/POJK.05/2016 provides adequate protection for licensed pawnshops, the regulation does not extend to individual private pawn practices. Consequently, debtors face difficulties in asserting their rights when collateral is damaged or lost. From the perspective of Islamic law, the principles of amanah (trustworthiness) and 'adl (justice) require the pawn recipient (murtahin) to safeguard and return the pledged item in good condition and to provide compensation in the event of negligence. This study recommends the need for regulatory reform to broaden the scope of legal protection to encompass all forms of pawn businesses, including home-based pawn operations. Integrating Islamic legal values, such as justice, trustworthiness, and consumer protection, into national regulations is essential to strengthen the legal standing of debtors and to create fairer, safer pawn transactions oriented toward public welfare. Thus, strengthening debtor protection not only reinforces the microfinance system but also supports the principle of social justice in Indonesia. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis perlindungan hukum bagi debitur gadai terkait kerusakan dan kehilangan agunan di usaha gadai swasta. Fenomena maraknya praktik gadai swasta tanpa legalitas formal telah menimbulkan ketidakpastian hukum dan meningkatnya risiko terhadap hak-hak debitur. Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian hukum normatif dengan pendekatan kajian pustaka, memanfaatkan sumber data seperti Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata), Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) Nomor 31/POJK.05/2016 tentang Usaha Pegadaian, dan instrumen hukum Islam terkait gadai (rahn). Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlindungan hukum bagi debitur di usaha gadai swasta masih belum optimal. Meskipun POJK Nomor 31/POJK.05/2016 memberikan perlindungan yang memadai bagi pegadaian berizin, peraturan tersebut tidak mencakup praktik gadai swasta perorangan. Akibatnya, debitur menghadapi kesulitan dalam menuntut hak-haknya ketika agunan rusak atau hilang. Dari perspektif hukum Islam, prinsip amanah (kepercayaan) dan 'adl (keadilan) mewajibkan penerima gadai (murtahin) untuk menjaga dan mengembalikan barang gadai dalam kondisi baik serta memberikan ganti rugi jika terjadi kelalaian. Studi ini merekomendasikan perlunya reformasi regulasi untuk memperluas cakupan perlindungan hukum agar mencakup semua bentuk usaha gadai, termasuk usaha gadai rumahan. Integrasi nilai-nilai hukum Islam, seperti keadilan, amanah, dan perlindungan konsumen, ke dalam regulasi nasional sangat penting untuk memperkuat kedudukan hukum debitur dan menciptakan transaksi gadai yang lebih adil, amanah, dan berorientasi pada kesejahteraan masyarakat. Dengan demikian, penguatan perlindungan debitur tidak hanya memperkuat sistem keuangan mikro tetapi juga mendukung prinsip keadilan sosial di Indonesia.