Legal Protection for First-Time Land Registration Applicants Related to Transportation and Accommodation Costs in Medan City

Abstract

Land registration for the first time is part of the land system that provides a guarantee of legal certainty for the owner. In Indonesia, including in the city of Medan, land registration does not only involve administrative aspects, but also costs that are often burdensome for applicants, especially related to transportation and accommodation. This research aims to explore legal protection for first-time land registration applicants, focusing on the cost aspect that must be borne by the applicant. This research uses a qualitative approach with an empirical juridical method, which involves interviews with various sources, such as applicants, employees of the Medan City Land Office, and agrarian law experts. The results show that despite the regulations governing land registration, in practice, applicants still face difficulties related to transportation and accommodation costs, especially for those who live far from the city center. The lengthy and bureaucratic registration procedure also increases people's expenses, as they have to go back and forth to the land office. Another obstacle is the inefficiency of procedures and lack of adequate information regarding the stages of land registration. In addition, the lack of oversight of the implementation of procedures leads to informal practices, such as the use of unofficial intermediaries, which add to the costs to the community. In the perspective of justice theory, especially John Rawls's social justice theory and Satjipto Rahardjo's view of progressive law, the state should provide affirmative treatment to vulnerable community groups, including providing cost subsidies or pick-up services to reduce access inequality. This research suggests the need for policy reform, digitization of services, and increased public legal literacy so that the land registration process is more transparent, efficient, and fair. Pendaftaran tanah untuk pertama kali merupakan bagian dari sistem pertanahan yang memberikan jaminan kepastian hukum bagi pemiliknya. Di Indonesia, termasuk di Kota Medan, pendaftaran tanah tidak hanya menyangkut aspek administratif, tetapi juga biaya yang seringkali memberatkan pemohon, terutama terkait transportasi dan akomodasi. Penelitian ini bertujuan untuk mengeksplorasi perlindungan hukum bagi pemohon pendaftaran tanah pertama kali, dengan fokus pada aspek biaya yang harus ditanggung oleh pemohon. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode yuridis empiris, yaitu wawancara dengan berbagai narasumber, seperti pemohon, pegawai Kantor Pertanahan Kota Medan, dan pakar hukum agraria. Hasil penelitian menunjukkan bahwa meskipun telah terdapat peraturan yang mengatur pendaftaran tanah, dalam praktiknya, pemohon masih menghadapi kesulitan terkait biaya transportasi dan akomodasi, terutama bagi mereka yang tinggal jauh dari pusat kota. Prosedur pendaftaran yang panjang dan birokratis juga menambah pengeluaran masyarakat, karena harus bolak-balik ke kantor pertanahan. Kendala lainnya adalah inefisiensi prosedur dan kurangnya informasi yang memadai mengenai tahapan pendaftaran tanah. Selain itu, kurangnya pengawasan terhadap pelaksanaan prosedur menyebabkan praktik-praktik informal, seperti penggunaan perantara tidak resmi, yang menambah beban biaya bagi masyarakat. Dalam perspektif teori keadilan, khususnya teori keadilan sosial John Rawls dan pandangan Satjipto Rahardjo tentang hukum progresif, negara seharusnya memberikan perlakuan afirmatif kepada kelompok masyarakat rentan, termasuk memberikan subsidi biaya atau layanan antar jemput untuk mengurangi ketimpangan akses. Penelitian ini menyarankan perlunya reformasi kebijakan, digitalisasi layanan, dan peningkatan literasi hukum masyarakat agar proses pendaftaran tanah menjadi lebih transparan, efisien, dan adil.