Disparitas Putusan Hakim terhadap Saksi Mahkota dalam Tindak Pidana Kekerasan Melawan Pejabat yang Sedang Melakukan Pekerjaan yang Sah (Studi Putusan No.1837/PID.B/2023/PN. LBP dan Putusan No.1838/PID.B/2023/PN.LBP

Abstract

Penggunaan Saksi Mahkota dalam proses persidangan dilakukan saat tidak adanya saksi pengungkap fakta atau kurangnya alat bukti. Hal ini berkaitan dengan penjatuhan hukuman para Saksi Mahkota yang juga merupakan terdakwa sebab kesaksian para terdakwa menjadi pertimbangan hakim dalam menjatuhkan putusan mereka. Permasalahan penelitian ini membahas pengaturan Saksi Mahkota dalam perkara tindak pidana kekerasan melawan pejabat yang sedang melakukan pekerjaan yang sah dan pertimbangan hakim terhadap putusan saksi mahkota dalam putusan No. 1837/Pid.B/2023/PN.Lbp dan Putusan No. 1838/Pid.B/2023/PN.Lbp. Jenis Penelitian ini menggunakan metode yuridis normatif dengan pendekatan kasus dan perbandingan putusan. Hasil penelitian ini menjelaskan pengaturan terkait Saksi Mahkota diatur dalam pasal 184 KUHAP dan 142 KUHAP mengenai splitsing serta terdapat Yurisprudensi terkait Saksi Mahkota yaitu Yurisprudensi Mahkamah Agung Nomor 1986/K/Pid/1989 tanggal 21 Maret 1990. Penggunaan Saksi Mahkota juga terdapat dalam Surat Edaran Kejaksaan Agung Nomor B-69/E/02/1997 Tahun 1997. Terdapat disparitas dalam pertimbangan hakim yang berdasarkan fakta-fakta yang terungkap di persidangan baik dari kesaksian para terdakwa (Saksi Mahkota) maupun alat bukti lainnya. Dalam proses pembaharuan KUHAP Tim Penyusun KUHAP perlu memperjelas dan mencantumkan secara eksplisit pengaturan mengenai Saksi Mahkota dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP, serta diperlukannya pedoman penjatuhan putusan pidana, seperti yang telah lama diterapkan di negara-negara dengan sistem sentencing guidelines agar tidak terjadinya disparitas yang tidak sah. The use of Crown Witnesses in the lighting process is carried out when there are no fact-revealing Witnesses or lack of evidence. This is related to the sentencing of Crown Witnesses who are also the testimony of prisoners being considered by the judge in sentencing them. The problem of this research discusses the regulation of Crown Witnesses in cases of violent crimes against officials who are carrying out legitimate work and the judge's consideration of the execution of Crown Witnesses in decision No. 1837 / Pid.B / 2023 / PN.Lbp and Decision No. 1838 / Pid.B / 2023 / PN.Lbp. This type of research uses a normative legal method with a case approach and leniency. The results of this study explain that the provisions related to crown witnesses are regulated in Article 184 of the Criminal Procedure Code and 142 of the Criminal Procedure Code concerning separation and there is jurisprudence related to crown witnesses, namely the Supreme Court Jurisprudence Number 1986/K/Pid/1989 dated March 21, 1990. The use of crown witnesses is also contained in the Circular Letter of the Attorney General's Office Number B-69/E/02/1997 of 1997. There is a disparity in the judge's considerations based on the facts revealed in the trial, both from the testimony of the defendants (crown witnesses) and other evidence. There is a need to update the Criminal Procedure Code which explicitly regulates Crown Witnesses so that there are no violations of the rights of fraudsters, and there is a need for criminal sentencing guidelines, as has long been applied in countries with a sentencing guideline system so that there is no illegitimate disparity.