Please use this identifier to cite or link to this item: https://repositori.uma.ac.id/handle/123456789/7773
Full metadata record
DC FieldValueLanguage
dc.contributor.advisorJauhari, Iman-
dc.contributor.advisorSiregar, Mahmul-
dc.contributor.authorB, Amran-
dc.date.accessioned2018-01-26T02:14:24Z-
dc.date.available2018-01-26T02:14:24Z-
dc.date.issued2005-09-10-
dc.identifier.urihttps://repositori.uma.ac.id/handle/123456789/7773-
dc.description.abstractPerkembangan teknologi informasi dan perubahan kebijakan pemerintah yang mengakui kebebasan informasi membuka peluang usaha yang sangat luas untuk berkembangnya sektor usaha penyiaran, khususnya sub sektor penyiaran melalui media cetak dan elektronik. Lembaga-lembaga penyiaran televisi dan radio mengalami pertumbuhan yang secara kuantitas cukup signifikan. Demikian pula inovasi-inovasi dalam produk siaran tur11t mengalami perkembangan. Namun meskipun demikian keadaan ini potensial menimbulkan implikasi negatif terhadap lingkungan sosial, politik, ekonomi, hukum dan budaya. Terlebih apabila perkembangan ini tidak diikuti oleh kesadaran akan hak dan tanggung jawab pihak-pihak yang terlibat dalam dunia penyiaran. Oleh karena itu perlu diteliti tentang tanggung jawab pengusaha penyiaran, kesadaran dan pemahaman konsumen serta kebijakan lembaga-lembaga terkait dengan kegiatan penyiaran. Penelitian tesis ini menggunakan metode penelitian hukum empiris untuk menjawab permasalahan-permasalahan yang telah dirumuskan dalam penelitian. Dengan metode ini penelitian mencoba melihat lebih jauh kenyataan empiris tentang tanggung jawab pengusaha penyiaran, kesadaran dan pemahaman konsumen dan kebijakan-kebijakan lembaga terkait. Untuk selanjutnya dicoba membuat sebuah generalisasi atas fakat-fakta empiris yang ditemukan Generalisasi bertumpu pada data empiris yang diperoleh dari 8 (delapan) lembaga penyiaran, 4 (empat) lembaga independen dan 100 (seratus) responden dari kalangan konsumen di kota Medan. Analisis data menghasilkan sejumlah temuan. Pertama, pengusaha penyiaran di kota Medan secara umum menyadari tanggung jawabnya. Hal ini didasarkan pada sejumlah indikator antara lain, tidak ada siaran yang mengandung kesalahan fatal, dan tidak ada tuntutan ganti rugi dari masyarakat terhadap lembaga-lembaga penyiaran. Namun kesadaran ini tidak didasarkan pada pemahaman tentang kaidah-kaidah hukum penyiaran. Terbukti 62,5% dari pengusaha penyiaran dan para penyiamya yang dijadikan responden tidak mengetahui Undang-Undang Penyiaran. Karena beberapa alasan, yakni penyiaran dianggap sebagai kegiatan rutinitas semata, kebanyakan lembaga penyiaran berupa perseroan tertutup, rata-rata karyawan penyiaran statis (tidak berkembang), pelatihan selalu diikuti oleh orang-orang yang sama dan anggapan pekerjaan sebagai penyiar bukan pekerjaan yang menjanjikan ditambah dengan dihapusnya diklat bersama RRI-TVRI sejak dihapuskannya Departemen Penerangan. 100% pengusaha penyiaran tidak memiliki tim ahli denl!an alasan belum diperintahkan undang-undang, masih bisa dirangkao oleh kepala penyiaran, dan karena keuangan yang tidak cu1rnp memadai unruk membentuk tim ahli. Kedua, pemahaman konsumen terhadap produk penyiaran dengan basil temuan yaitu pemahaman konsumen terhadap posisinya sebagai konsumen sangat rendah, 89 % konsumen tidak memahami peraturan penyiaran, sikap konsumen terhadap siaran tidak layak siar; tidak mau tahu atau mengalihkan siaran, dan tindakan konsumen terhadap penyiaran siaran tidak layak siar; dengan pemberian peringatan bagi pengusaha penyiaran, atau menggugat pengusa penyiaran yang bersangkutan atau me!akukan demontrasi pengusaha penyiaran yang bersangkutan. Ketiga, Kebijakan lembaga yang berwenang dalam melindungi konsumen produk siaran mengetengahkan 4 (empat) sub bab hasil temuan yaitu: kebijakan sosialisasi dan edukasi kurang memadai, kebijakan advokasi melalui pengaduan konsumen masih kurang, kebijakan regulasi yang bersifat menguntungkan masih kurang, dan kebijakan registrasi lebih didasarkan pada alasan profit. Sebagai kesimpulan dalam penelitian ini, Pertama, seluruh lembaga penyiaran yang ada di kota Medan bertanggung jawab kepada konsumen penyiaran secara um11m, bukan secara hu1rnm yang berlaku, terbukti pada lembaga penyiaran swasta mempunyai keinginan yang kuat untuk melakukan kinerja kerja yang tinggi dalam penyiaran, sedangkan lembaga penyiaran publik belum kinerja kerja yang tinggi atau maksimal. Kedua, tingkat pemahaman dan kesadaran konsumen penyiaran terhadap produk siaran tidak layak siar masih sangat rendah. Ketiga, lembaga-lembaga yang berwenang melindungi konsumen melalui 4 (empat) kebijakan masih belurn memadai. Akhirnya sebagai solusinya, baik para pengelola lembaga penyiaran maupun konsumen penyiaran seharusnya sama-sama memahami ketentuan peraturan penyiaran yang·berlaku. Disamping lembaga-lembaga yang berwenang melakukan kebijakan sosialisasi dan advokasi yang maksimal kepada konsumen penyiaran, serta kebijakan regulasi dan registrasi yang tidak berdasarkan profit saja.en_US
dc.language.isoiden_US
dc.publisherUniversitas Medan Areaen_US
dc.subjectkonsumenen_US
dc.subjectpengusahaen_US
dc.titleTanggung Jawab Pengusaha Penyiaran Atas Produk Siaran Terhadap Kosumen Ditinjau dari Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2002 Tentang Penyiaran (Penelitian di Kota Medan)en_US
dc.typeTesis Magisteren_US
Appears in Collections:MT - Master of Law

Files in This Item:
File Description SizeFormat 
031803047.pdfFulltext5.53 MBAdobe PDFView/Open


Items in DSpace are protected by copyright, with all rights reserved, unless otherwise indicated.