Penegakan Hukum Pidana Kekayaan Intelektual Oleh Penyidik Pegawai Negeri Sipil Di Kantor Wilayah Kementerian Hukum Dan Hak Asasi Manusia Sumatera Utara

Abstract

Kekayaan Intelektual (KI) merupakan hasil olah pikir manusia yang diberi pelindungan hukum oleh negara. Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) sebagai salah satu alat negara memiliki peranan penting dalam menjamin penegakan hukum KI, sementara di sisi lain tindak pidana KI masih saja marak terjadi di Sumatera Utara. Permasalahan dalam penelitian ini, yaitu: 1. Bagaimana pengaturan hukum tentang penegakan hukum pidana KI oleh PPNS? 2. Bagaimana peran PPNS dalam penegakan hukum pidana KI di kantor Kementerian Hukum dan HAM Sumatera Utara (Kemenkumham Sumut)? dan 3. Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi penegakan hukum pidana KI oleh PPNS Kemenkumham Sumut? Peneneltian Hukum Normatif-Empiris dipilih sebagai metode, guna mendapat ketentuan hukum normatif dan penerapannya pada setiap peristiwa hukum tertentu. Hasil penelitian menujukkan beberapa hal: 1. Pengaturan hukum terkait penegakan hukum pidana KI oleh PPNS terdapat dalam Pasal 1 ayat (1) Undang-undang Nomor 8 tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana dan dalam aturan hukumdalam rezim hukum KI, meliputi: pre-emtif, preventif dan represif; 2. PPNS dalam menjalankan perannya sebagai penegak hukum pidana belum maksimal; dan 3. Faktor-faktor yang mempengaruhi penegakan hukum atas tindak pidana KI, yaitu: Faktor perundang-undangan, dalam masalah delik aduan; Faktor penegak hukum, dalam masalah minimnya personel; Faktor Sarana dan prasarana yang kurang mendukung; Faktor kesadaran hukum, minimnya penyuluhan hukum; dan Faktor kebudayaan, terkait keyakinan yang ada di masyarakat serta gaya hidup yang suka memakai barang branded palsu/KW. Untuk itu, disarankan: 1. Mengembalikan atuaran delik biasa dan merubah frasa pelanggaran menjadi kejahatan dalam rezim hukum KI; 2. Menambah jumlah personel PPNS; 3. Memaksimalkan saran dan prasarana dalam penegakan hukum; 4. Melakukan penyuluhan hukum secara konsisten; 3. Menumbuhkan budaya bangga memakai produk dalam negeri, dan malu menggunakan barang palsu/KW. Intellectual property is the result of human intellect which is given legal protection by the state. Civil servant investigators (PPNS) as a tool of the state have an important role in ensuring law enforcement against intellectual property crimes, while on the other hand intellectual property violations still occur a lot. The problems in this research are: 1. What are the legal arrangements regarding the enforcement of intellectual property criminal law by Civil Servant Investigators? 2. What is the role of Civil Servant Investigators (PPNS) in enforcing intellectual property criminal law at the office of the Ministry of Law and Human Rights in North Sumatra?; and 3. What are the factors that influence the enforcement of intellectual property criminal law by the PPNS of the North Sumatra Ministry of Law and Human Rights? The research method used is normative-empirical legal research, in order to obtain normative legal provisions and their application to any particular legal event. The results of the study show several things: 1. Legal arrangements related to the enforcement of intellectual property criminal law by Civil Servant Investigators (PPNS) are contained in article 1 paragraph (1) of Law Number 8 of 1981 concerning the Criminal Procedure Code and in Laws related to Intellectual Property, includes: pre-emtive, preventive and repressive; 2. PPNS in carrying out their role as criminal law enforcers has not been maximized; and 3. Factors that influence law enforcement on intellectual property crimes, namely: statutory factors, in the matter of complaint offenses; law enforcement factors, in the case of a minimum number of members; Facility and infrastructure factors that are less supportive; factor of legal awareness, lack of legal counseling; and cultural factors, related to beliefs that exist in society and lifestyles that like to wear branded goods but ignore existing rules. For this reason, it is recommended: 1. Return to ordinary offenses; 2. Conducting legal counseling; 3. Carry out supervision in order to create better public legal awareness.