Pertanggungjawaban Pidana Bagi Pelaku Penggunaan Bahan Peledak di Perairan Aceh Singkil (Studi Putusan Nomor 45/Pid.Sus/2023/Pn.Skl)

Abstract

Tindak pidana perikanan mencakup perbuatan yang dilarang dalam seluruh aspek pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya ikan, mulai dari praproduksi hingga pemasaran, yang dilakukan dalam sistem bisnis perikanan oleh individu atau badan hukum yang bertanggung jawab dan dapat dikenai pidana sesuai ketentuan. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji aturan hukum mengenai penggunaan bahan peledak oleh nelayan di perairan Aceh Singkil, pertanggungjawaban pelaku, dan pertimbangan hukum oleh hakim terhadap pelaku. Permasalahan dalam penelitian ini adalah Bagaimana aturan hukum tentang penggunaan bahan peledak oleh nelayan di perairan Aceh Singkil, Bagaimana pertanggung jawaban bagi pelaku penggunaan bahan peledak di perairan Aceh Singkil, dan Bagaimana pertimbangan hukum oleh hakim bagi pelaku penggunaan bahan peledak. Metode penelitian yang digunakan adalah yuridis normatif dengan data sekunder sebagai sumber utama. Pengaturan mengenai illegal fishing diatur dalam Undang-Undang No. 45 Tahun 2009 tentang Perikanan. Dalam putusan nomor 45/Pid.Sus/2023/PN.Skl, pelaku illegal fishing dijatuhi pidana penjara selama 6 bulan, dikurangi masa penangkapan dan penahanan, serta denda sebesar Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah) atau subsider 1 bulan kurungan. Pertimbangan hakim dalam putusan tersebut didasarkan pada aspek yuridis, filosofis, dan sosiologis untuk menentukan hukuman yang sesuai bagi pelaku penangkapan ikan tanpa Surat Izin Usaha Perikanan (SIUP) di wilayah pengelolaan perikanan. Dengan demikian, penerapan hukum terhadap tindak pidana perikanan, khususnya penggunaan bahan peledak dan illegal fishing, menunjukkan pentingnya penegakan hukum yang tegas dan pertimbangan yang komprehensif untuk menjaga kelestarian sumber daya ikan dan mencegah kerugian lingkungan. Criminal acts in fisheries encompass actions prohibited in all aspects of fishery resource management and utilization, from pre-production to marketing, carried out within the fisheries business system by individuals or legal entities who are responsible and subject to criminal penalties under the law. This study aimed to examine the legal regulations concerning the use of explosives by fishermen in thewaters of Aceh Singkil, the liability of the perpetrators, and the legalconsiderations by judges against the perpetrators. The research questions addressed were: What the legal regulations regarding the use of explosives by fishermen in the waters of Aceh Singkil, What the liability for perpetrators who use explosives in the waters of Aceh Singkil, And what the legal considerations by judges for perpetrators who use explosives. The research method employed was normative juridical with secondary data as the primary source. Regulations regarding illegal fishing were stipulated in Law No. 45 of 2009 on Fisheries. In Decision No. 45/Pid.Sus/2023/PN.Skl, the perpetrator of illegal fishing was sentenced to 6 months in prison, reduced by the period of arrest and detention, and fined Rp100,000,000.00 (one hundred million rupiahs), or a subsidiary 1 month imprisonment. The judge’s considerations in this decision were based on juridical, philosophical, and sociological aspects to determine an appropriate punishment for perpetrators of fishing without a Fisheries Business License (SIUP) in the fisheries management area. Therefore, the application of law to fisheries crimes, particularly the use of explosives and illegal fishing, underscores the importance of strict law enforcement and comprehensive considerations to preserve fishery resources and prevent environmental damage.