Please use this identifier to cite or link to this item: https://repositori.uma.ac.id/handle/123456789/25686
Title: Tinjuauan Yuridis terhadap Wanprestasi yang Dilakukan PT. Bank Danamon, Tbk terhadap Nasabahnya dalam Perjanjian Kredit (Studi Kasus Nomor : 20/Pdt.G/2010/Pn.Bj)
Other Titles: Juridical Review of Defaults Made by PT. BANK DANAMON, TBK Against Its Customers in Credit Agreements (Case Study Number: 20/PDT.G/2010/PN.BJ)
Authors: Batubara, Muhammad Dedy Wachyudi
metadata.dc.contributor.advisor: Hasibuan, A. Lawali
Siregar, Taufik
Keywords: wanprestasi;perjanjian kredit;default;credit agreement
Issue Date: Sep-2016
Publisher: UNIVERSITAS MEDAN AREA
Series/Report no.: NPM;098400276
Abstract: Perjanjian kredit adalah perjanjian pinjam pakai habis yang tunduk kepada Pasal 1754 KUH Perdata yang merupakan kelompok perjanjian khusus (bernama), sehingga perjanjian kredit tergolong dalam kategori KUH Perdata. Pasal 1754 KUH Perdata berbunyi : Perjanjian dengan mana pihak yang satu memberikan kepada pihak yang lain suatu jumlah tertentu barang-barang yang bisa habis karena pemakaian dengan syarat bahwa pihak yang belakangan ini akan mengembelikan sejumlah yang sama dari macam dan keadaan yang sama pula. Wanprestasi timbul dari persetujuan (agreement). Artinya untuk mendalilkan suatu subjek hukum telah wanprestasi, harus ada lebih dahulu perjanjian antara kedua belah pihak. Dari perjanjian tersebut maka muncul kewajiban para pihak untuk melaksanakan isi perjanjian (prestasi).Pada umumnya debitur dikatakan wanprestasi manakala ia karena kesalahannya sendiri tidak melaksanakan prestasi, atau melakukan sesuatu yang menurut perjanjian tidak diperbolehkan untuk dilakukan Sebagai akibat terjadinya wanprestasi maka debitur harus: Mengganti kerugian, Benda yang dijadikan objek dari perikatan sejak saat itu dipenuhinya kewajiban menjadi tanggung jawab dari debitur. Jika perikatan itu timbul dari perjanjian yang timbal balik, kreditur dapat minta pembatalan (pemutusan) perjanjian. Di samping debitur harus bertanggung gugat tentang hal-hal tersebut di atas maka apa yang dapat dilakukan oleh kreditur menghadapi debitur yang wanprestasi itu. Akibat hukum yang timbul dari wanprestasi dapat juga disebabkan karena keadaan memaksa (force majour). Keadaan memaksa (force majour) yaitu salah satu alasan pembenar untuk membebaskan seseorang dari kewajiban untuk mengganti kerugian (Pasal 1244 dan Pasal 1445 KUHPerdata). Penelitian ini dilakukan di Pengadilan Negeri Binjai dengan melihat Putusan Nomor 20/Pdt.G/2010/PN.Bj, dalam upaya menganalisis kasus wanprestasi dalam perjanjian kredit yang dilakukan oleh PT. Bank Danamon, Tbk sebagai Kreditur dalam hal ini sebagai Tergugat I dengan salah seorang nasabahnya Alamsyah Rabe sebagai Debitur dalam hal ini sebagai Penggugat. Berdasarkan Putusan Pengadilan Negeri Binjai Nomor 20/Pdt.G/2010/PN.Bj, bahwa Tergugat I (Bank) telah melakukan Perbuatan Melawan Hukum dengan menyatakan Penggugat telah melakukan wanprestasi sehingga Tergugat I tidak berhak untuk melakukan lelang, terhadap aset dari Penggugat. A credit agreement is a loan-to-use agreement that is subject to Article 1754 of the Civil Code which is a special group of agreements (named), so that credit agreements belong to the category of the Civil Code. Article 1754 of the Civil Code reads: Agreement by which one party gives to the other party a certain amount of goods that can be consumed due to use on the condition that the latter party will return the same amount of the same kind and condition. Default arises from agreement. This means that to postulate that a legal subject has defaulted, there must first be an agreement between the two parties. From the agreement, the obligation of the parties to carry out the contents of the agreement (achievement) arises. In general, the debtor is said to be in default when he, through his own fault, does not perform the performance, or does something that according to the agreement is not allowed to be done. As a result of default, the debtor must: Compensate for losses, objects that are the object of the obligation from the moment the obligation is fulfilled become the responsibility of the debtor. If the obligation arises from a reciprocal agreement, the creditor may request cancellation (termination) of the agreement. In addition to the debtor being held accountable for the matters mentioned above, what can be done by the creditor against the defaulting debtor. The legal consequences arising from default can also be caused by force majeure. Force majeure is one of the justification reasons to release a person from the obligation to compensate (Article 1244 and Article 1445 of the Civil Code). This research was conducted at the Binjai District Court by looking at Decision Number 20/Pdt.G/2010/PN.Bj, in an effort to analyze a case of default in a credit agreement made by PT Bank Danamon, Tbk as the Creditor in this case as Defendant I with one of its customers Alamsyah Rabe as the Debtor in this case as the Plaintiff. Based on the Decision of the Binjai District Court Number 20/Pdt.G/2010/PN.Bj, that Defendant I (Bank) has committed a tort by declaring the Plaintiff has defaulted so that Defendant I is not entitled to conduct an auction, against the assets of the Plaintiff.
Description: 60 Halaman
URI: https://repositori.uma.ac.id/handle/123456789/25686
Appears in Collections:SP - Civil Law

Files in This Item:
File Description SizeFormat 
098400276 - Muhammad Dedy Wachyudi Batubara - Fulltext.pdfCover, Abstract, Chapter I, II, III, V, Bibliography1.04 MBAdobe PDFView/Open
098400276 - Muhammad Dedy Wachyudi Batubara - Chapter IV.pdf
  Restricted Access
Chapter IV421.36 kBAdobe PDFView/Open Request a copy


Items in DSpace are protected by copyright, with all rights reserved, unless otherwise indicated.