Perbedaan Kematangan Emosi antara Remaja yang Mendapat Pelatihan Life Skill dan Remaja Yang Tidak Mendapat Pelatihan LIfe Skill di Lapas Kelas II A Anak Medan

Abstract

Penelitian ini di susun berdasarkan metode skala Likert, dengan menggunakan skala kematangan emosi oleh Wijongko (dalam Nur Amalia, 2006), yang terdiri dari 5 (lima) aspek, yaitu: Menemukan arti dan mengendalikan emosi, tidak mengingkari atau melarikan diri dari emosi, tidak membesar-besarkan emosi, memanfaatkan emosi sebagai kekuatan tanpa batas, menggunakan emosi secara proporsional. Jumlah sampel didalam penelitian ini berjumlah 40 orang remaja yang tinggal di Lapas Kelas II A Anak Medan, dengan rincian 20 orang remaja yang mengikuti pelatihan life skill dan 20 orang remaja yang tidak mengikuti pelatihan life skill. Teknik analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah uji t-test sesuai dengan hasil terdapat perbedaan kematangan emosi antara remaja yang mengikuti pelatihan life skill dan remaja yang tidak mengikuti pelatihan life skill. Hasil ini dibuktikan dari nilai koefisien t-test = 12,213, dimana nilai p yang diperoleh sebesar 0.000 berarti p > 0,001, dengan menunjukkan mean remaja yang mengikuti pelatihan life skill (dengan mean = 1622000) lebih tinggi dari pada mean remaja yang tidak mengikuti pelatihan life skill (dengan mean = 113.7000). Berdasarkan hasil penelitian ini, maka dapat dinyatakan bahwa semakin sering remaja mengasah keterampilannya maka semakin tinggi tingkat kematangan emosi yang diperoleh remaja, Berdasarkan hasil ini, maka hipotesis yang telah diajukan dalam penelitian ini dinyatakan diterima. Hasil akhir yang diperoleh dari penelitian ini yakni, kematangan emosi pada remaja yang mengikuti pelatihan life skill tergolong tinggi jika dibandingkan dengan remaja yang tidak mengikuti pelatiban life skill. Dimana remaja yang mengikuti pelatihan life skill dengan nilai rata-rata empirik (162.200) dengan nilai rata-rata hipotetik (125) dan remaja yang tidak mengikuti pelatihan life skill dengan nilai rata-rata empirik (113.700) dengan nilai rata-rata bipotetik (125). This study was structured based on the Likert scale method, with use emotional maturity scale by Wijongko (in Nur Amalia, 2006), which consists of 5 (five) aspects, namely: Finding meaning and controlling emotions, not denying it or running away from emotions, not exaggerating emotions, taking advantage of emotions as unlimited power, using emotions proportionally. Number of samples in the In this study, there were 40 teenagers living in Class II A . Prisons Medan Children, with details of 20 teenagers who participated in life skills training and 20 teenager who did not participate in life skills training. The analytical technique used in this research is the test appropriate t-test with the results that there are differences in emotional maturity between adolescents who follow life skills training and youth who do not participate in life skills training. This result evidenced from the coefficient value of t-test = 12,213, where the p value obtained is 0.000 means p > 0.001, by showing the mean of adolescents who take part in life training skill (with mean = 1622000) is higher than the mean of adolescents who do not follow life skills training (mean = 113.7000). Based on the results of this study, then it can be stated that the more often adolescents hone their skills, the higher the level of emotional maturity they get. Based on these results, then The hypothesis that has been proposed in this study is declared accepted. The final results obtained from this study are, emotional maturity in children Adolescents who take part in life skills training are relatively high when compared to youth who do not participate in life skills training. Where are the youth who attended the training life skill with an empirical average value (162,200) with a hypothetical average value (125) and adolescents who do not take life skills training with an empirical average score (113,700) with a bipothetical mean (125).